widget

Anda ingin membuat buat Buku Tamu seperti ini?
Klik di sini

Thursday, September 13, 2012


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah

Himpunan Mahasiswa Islam atau lebih dikenal dengan HMI yang baru saja selesai memperingati milad ke 63 pada beberapa bulan yang lalu merupakan sebuah organisasi kader yang masih eksis hingga saat ini, HMI yang tujuannya dijabarkan yaitu pasal 4 Anggaran Dasar HMI, yang pada akhirnya adalah untuk mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT, memiliki begitu bayak kader yang telah berbuat untuk bangsa ini.
HMI sebagai sebuah organisasi perkaderan yang telah berusia setengah abad lebih tentunya telah banyak mempunyai kader yang lahir sebagai hasil dari perkaderan yang dilakukan oleh HMI itu sendiri. Dalam dunia perkaderan HMI terjadi transformasi nilai-nilai Islam sebagai dasar dari perjuangan  HMI,  tranfsformasi nilai-nilai islam yang ada di tubuh HMI adalah bagian dari Nilai-Nilai Dasar Perjuangan yang merupakan kerangka landasan filosofis dan idiologis sekaligus spirit atau semangat perjuangan. Dalam perjalanan sejarah  perumusan NDP yang diawali oleh Nurcholish Madjid pada awalnya hanya sebuah buku untuk memahami tentang islam selanjutnya berubah menjadi dasar-dasar islamisme bahkan pada saat keluar peraturan mengenai azaz tunggal NDP pernah berubah nama menjadi Nilai Identitas Kader. NDP membantu para kader baru untuk memahami posisinya sebagai individu di mata Tuhan dan juga dalam himpunan dan masyarakat. Selain itu juga mengajarkan untuk memahami hakikat keberadaan Tuhan dan fungsi manusia di dunia.
NDP sebagai landasan filosofis dan ideologis HMI merupakan bagian yang telah membentuk kepribadian bagi setiap kader HMI, NDP yang dalam perjalanan sejarah HMI di susun oleh Nurcholish Madjid saat kongres ke 25 di Makasar telah mengalami beberapa perubahan namun pada dasarnya yang dimaksudkan tetap sama.
Karena NDP merupakan bagian yang terpenting dalam HMI maka pemahaman mengenai NDP juga harus dimiliki oleh setiap kader, didalam NDP ada kerangka berfikir atau landasan berfikir bagi kader, disinilah tertutut peranan epistimologi yaitu bagaimana usaha-usaha kader untuk menelaah dan mengkaji objek kebenaran. Mengkaji tentang dasar dasar kepercayaan  untuk menemukan kebenaran yang hakiki. dan untuk menemukan kebenaran yang hakiki tentunya ilmu pengetahuan juga mempunyai pengaruh yang sangat penting bagi prilaku manusia tersebut.
Perilaku organisasi adalah suatu studi yang menyangkut aspek-aspek tingkah laku manusia dalam suatu organisasi atau suatu kelompok tertentu. Ia meliputi aspek yang ditimbulkan dari pengaruh manusia terhadap organisasi.[1]
Sebagaimana kita ketahui, HMI merupakan organisasi kemahasiswaan yang bernafaskan islam dan bersifat independen. Dan sejak kelahirannya hingga kini telah mampu menunjukkan kiprahnya dalam kehidupan bermasyarakat bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Namun demikian, seiring dengan dinamika sejarah bangsa Indonesia, adakalanya HMI mengalami fase pasang naik dan pasang surut. Akan tetapibagaimanapun HMI telah memberikan peran dan andil tersendiri dalam perjuangan mempertahankan dan mengisi kemerdekaan, dari mulai kelahirannya hingga kini.[2]
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk membuat suatu tulisan, disamping sebagai salah satu syarat mengikuti Latihan Kader II, Penulis mencoba mengemas tulisan ini dalam sebuah makalah dengan judul “Internalisasi NDP untuk mewujudkan Kader HMI yang berkualitas”.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan di atas, dapat kita pahami ada beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini selanjutnya, diantaranya adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana Sejarah Lahirnya HMI ?
2.      Bagaimana Sejarah Lahirnya NDP ?
3.      Apakah yang dimaksud dengan “NDP Sebagai Landasan Idiologis HMI” ?
4.      Bagaimana Perkembangan Internalisasi NDP untuk mewujudkan kader HMI yang berkualitas ?

1.3 Tujuan Penulisan
Ada beberapa tujuan penulisan yang ingin penulis sampaikan diantaranya adalah sebagai berikut :
  1. Untuk mengetahui Sejarah Lahirnya HMI di Indonesia.
  2. Mengetahui sejarah lahirnya NDP sebagai landasan idiologis HMI.
  3. Untuk mengetahui dan memahami yang dimaksud dengan NDP Sebagai Landasan Idiologis HMI.
  4. Memenuhi salah satu syarat untuk mengikuti intermediate training                    ( Latihan Kader II)  Yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Islam  Cabang Bandung tanggal 27 Juli s/d 04 Agustus 2012.

1.4   Metode Penulisan
      Adapun metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode library research (penelitian kepustakaan), studi kepustakaan ini penulis gunakan untuk mendalami teori-teori dan hal lain yang ada dalam buku-buku serta tulisan-tulisan lainnya yang berkaitan dengan judul yang dibahas dalam tulisan ini.











BAB II
PEMBAHASAN
INTERNALISASI NDP UNTUK MEWUJUDKAN KADER HMI YANG BERKUALITAS

2.1 SEJARAH LAHIRNYA HMI

2.1.1 Pengertian Sejarah
            Sejarah, babad, hikayat, riwayat, atau tambo dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau asal-usul (keturunan) silsilah, terutama bagi raja-raja yang memerintah. Adapun ilmu sejarah adalah ilmu yang digunakan untuk mempelajari peristiwa penting masa lalu manusia. Pengetahuan sejarah meliputi pengetahuan akan kejadian-kejadian yang sudah lampau serta pengetahuan akan cara berpikir secara historis. Orang yang mengkhususkan diri mempelajari sejarah atau ahli sejarah disebut sejarawan.
            Kata sejarah secara harafiah berasal dari kata Arab (شجرة: šajaratun) yang artinya pohon. Dalam bahasa Arab sendiri, sejarah disebut tarikh (تاريخ ). Adapun kata tarikh dalam bahasa Indonesia artinya kurang lebih adalah waktu atau penanggalan. Kata Sejarah lebih dekat pada bahasa Yunani yaitu historia yang berarti ilmu atau orang pandai. Kemudian dalam bahasa Inggris menjadi history, yang berarti masa lalu manusia. Kata lain yang mendekati acuan tersebut adalah Geschichte yang berarti sudah terjadi.[3]
Dalam istilah bahasa-bahasa Eropa, asal-muasal istilah sejarah yang dipakai dalam literatur bahasa Indonesia itu terdapat beberapa variasi, meskipun begitu, banyak yang mengakui bahwa istilah sejarah berasal-muasal,dalam bahasa Yunani historia. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan history, bahasa Prancis historie, bahasa Italia storia, bahasa Jerman geschichte, yang berarti yang terjadi, dan bahasa Belanda dikenal gescheiedenis.
Menilik pada makna secara kebahasaan dari berbagai bahasa di atas dapat ditegaskan bahwa pengertian sejarah menyangkut dengan waktu dan peristiwa. Oleh karena itu masalah waktu penting dalam memahami satu peristiwa, maka para sejarawan cenderung mengatasi masalah ini dengan membuat periodisasi. Pengertian Sejarah menurut para ahli, yakni sebagai berikut :
  • J.V. Bryce
Sejarah adalah catatan dari apa yang telah dipikirkan, dikatakan, dan diperbuat oleh manusia.
  • Moh. Yamin
Sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan yang disusun atas hasil penyelidikan beberapa peristiwa yang dapat dibuktikan dengan bahan kenyataan.
  • Ibnu Khaldun (1332-1406)
Sejarah didefinisikan sebagai catatan tentang masyarakat umum manusia atau peradaban manusia yang terjadi pada watak/sifat masyarakat itu.
  • Moh. Ali
Moh. Ali dalam bukunya Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia, mempertegas pengertian sejarah sebagai berikut:
  1. Jumlah perubahan-perubahan, kejadian atau peristiwa dalam kenyataan di sekitar kita.
  2. Cerita tentang perubahan-perubahan, kejadian, atau peristiwa dalam kenyataan di sekitar kita.
  3. Ilmu yang bertugas menyelidiki perubahan-perubahan, kejadian, dan atau peristiwa dalam kenyataan di sekitar kita.
Dari beberapa uraian di atas dibuat kesimpulan sederhana bahwa sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari segala peristiwa atau kejadian yang telah terjadi pada masa lampau dalam kehidupan umat manusia. Dalam kehidupan manusia, peristiwa sejarah merupakan suatu peristiwa yang abadi, unik, dan penting.[4]


2.1.2. Latar Belakang Berdirinya HMI
            Missi HMI secara tersirat terlihat jelas dari latar belakang berdirinya HMI, dan secara tersurat terformulasikan dalaam rumusan tujuan pertama HMI. Lebih jauh mengenai latar belakang berdirinya HMI sebagai kajian yang terbaru dapat dilihat disertasi Agussalim Sitompul, yang dipromosikan tanggal 2 Juli 2001, dengan judul :”Pemikiran HMI tentang Keislaman-Keindonesiaan 1947-1997”. Latar belakang munculnya pemikiran dan berdirinya HMI adalah :
1.    Penjajahan Belanda atas Indonesia dan Tuntutan perang kemerdekaan.
2.    Kesenjangan dan kejumudan Ummat Islam dalam pengetahuan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran islam.
3.    Kebutuhan dan pemahaman dan penghayatan keagamaan.
4.    Munculnya polarisasi politik.
5.    Berkembangnya faham dan ajaran komunis.
6.    Kedudukan perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan yang strategis.
7.    Kemajemukan bangsa Indonesia.
8.    Tuntutan modernisasi dan tantangan masa depan.[5]
                        Diatas paradigma (landasan,pijakan) latar belakang munculnya dan berdirinya HMI itu ditetapkan Missi HMI. Paradigma yang dimaksud bagi misi HMI, yaitu dapat membuat keadaan menjadi bermakna dan bernilai transendental. Tidak hanya sekedar itu, tetapi kreasi bentuk dengan nafas atau isi yang menghubungkan manusia dengan Allah SWT.[6]
                        Kalau ditinjau secara umum ada 4 (empat) permasalahan yang menjadi latar belakang sejarah berdirinya HMI, yaitu :

Pertama, Situasi Dunia Internasional.
Berbagai argumen telah diungkapkan sebab-sebab kemunduran ummat Islam. Tetapi hanya satu hal yang mendekati kebenaran, yaitu bahwa kemunduran ummat Islam diawali dengan kemunduran berpikir, bahkan sama sekali menutup kesempatan untuk berpikir. Yang jelas ketika ummat Islam terlena dengan kebesaran dan keagungan masa lalu maka pada saat itu pula kemunduran menghinggapi kita. Akibat dari keterbelakangan ummat Islam , maka munculah gerakan untuk menentang keterbatasan seseorang melaksanakan ajaran Islam secara benar dan utuh. Gerakan ini disebut Gerakan Pembaharuan. Gerakan Pembaharuan ini ingin mengembalikan ajaran Islam kepada ajaran yang totalitas, dimana disadari oleh kelompok ini, bahwa Islam bukan hanya terbatas kepada hal-hal yang sakral saja, melainkan juga merupakan pola kehidupan manusia secara keseluruhan. Untuk itu sasaran Gerakan Pembaharuan atau reformasi adalah ingin mengembalikan ajaran Islam kepada proporsi yang sebenarnya, yang berpedoman kepada Al Qur’an dan Hadist Rassullulah SAW.
Dengan timbulnya ide pembaharuan itu, maka Gerakan Pembaharuan di dunia Islam bermunculan, seperti di Turki (1720), Mesir (1807). Begitu juga penganjurnya seperti Rifaah Badawi Ath Tahtawi (1801-1873), Muhammad Abduh (1849-1905), Muhammad Ibnu Abdul Wahab (Wahabisme) di Saudi Arabia (1703-1787), Sayyid Ahmad Khan di India (1817-1898), Muhammad Iqbal di Pakistan (1876-1938) dan lain-lain.[7]

Kedua, Situasi NKRI

Tahun 1596 Cornrlis de Houtman mendarat di Banten. Maka sejak itu pulalah Indonesia dijajah Belanda. Imprealisme Barat selama ± 350 tahun membawa paling tidak 3 (tiga) hal :
·         Penjajahan itu sendiri dengan segala bentuk implikasinya.
·         Missi dan Zending agama Kristiani.
·         Peradaban Barat dengan ciri sekulerisme dan liberalisme.

Setelah melalui perjuangan secara terus menerus dan atas rahmat Allah SWT maka pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno-Hatta Sang Dwi Tunggal Proklamasi atas nama bangsa Indonesia mengumandangkan kemerdekaannya.
Kondisi Mikrobiologis Ummat Islam di Indonesia.
Kondisi ummat Islam sebelum berdirinya HMI dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) golongan, yaitu : Pertama : Sebagian besar yang melakukan ajaran Islam itu hanya sebagai kewajiban yang diadatkan seperti dalam upacara perkawinan, kematian serta kelahiran. Kedua : Golongan alim ulama dan pengikut-pengikutnya yang mengenal dan mempraktekkan ajaran Islam sesuai yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Ketiga : Golongan alim ulama dan pengikut-pengikutnya yang terpengaruh oleh mistikisme yang menyebabkan mereka berpendirian bahwa hidup ini adalah untuk kepentingan akhirat saja. Keempat : Golongan kecil yang mencoba menyesuaikan diri dengan kemajuan jaman, selaras dengan wujud dan hakekat agama Islam. Mereka berusaha supaya agama Islam itu benar-benar dapat dipraktekkan dalam masyarakat Indonesia.[8]( kayaknya ini bukan disini tempatnya)

Ketiga, Kondisi Perguruan Tinggi dan Dunia Kemahasiswaan.

            Ada dua faktor yang sangat dominan yang mewarnai Perguruan Tinggi (PT) dan dunia kemahasiswaan sebelum HMI berdiri. Pertama: sisitem yang diterapkan dalam dunia pendidikan umumnya dan PT khususnya adalah sistem pendidikan barat, yang mengarah kepada sekulerisme yang “mendangkalkan agama disetiap aspek kehidupan manusia”. Kedua : adanya Perserikatan MAHASISWA Yogyakarta (PMY) dan Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) di Surakarta dimana kedua organisasi ini dibawah pengaruh Komunis. Bergabungnya dua faham ini (Sekuler dan Komunis), melanda dunia PT dan Kemahsiswaan, menyebabkan timbulnya “Krisis Keseimbangan” yang sangat tajam, yakni tidak adanya keselarasan antara akal dan kalbu, jasmani dan rohani, serta pemenuhan antara kebutuhan dunia dan akhirat.


Keempat, saat berdirinya HMI

                        Berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) diprakasai oleh Lafran Pane, seorang mahasiswa STI (Sekolah Tinggi Islam), kini UII (Universitas Islam Indonesia) yang masih duduk ditingkat I yang ketika itu genap berusia 25 tahun. Tentang sosok Lafran Pane, dapat diceritakan secara garis besarnya antara lain bahwa Pemuda Lafran Pane lahir di Sipirok-Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Beliau adalah anak seorang Sutan Pangurabaan Pane –tokoh pergerakan nasional “serba komplit” dari Sipirok, Tapanuli Selatan-.
                        Lafaran Pane adalah sosok yang tidak mengenal lelah dalam proses pencarian jati dirinya, dan secara kritis mencari kebenaran sejati. Lafran Pane kecil, remaja dan menjelang dewasa yang nakal, pemberontak, dan “bukan anak sekolah yang rajin” adalah identitas fundamental Lafran sebagai ciri paling menonjol dari Independensinya. Sebagai figur pencarai sejati, independensi Lafran terasah, terbentuk, dan sekaligus teruji, di lembaga-lembaga pendidikan yang tidak Ia lalui dengan “Normal” dan “lurus” itu (-Walau Pemuda Lafran Pane yang tumbuh dalam lingkungan nasionalis-muslim terpelajar pernah juga menganyam pendidikan di Pesantren Ibtidaiyah, Wusta dan sekolah Muhammadiyah-) ; pada hidup berpetualang di sepanjang jalanan kota Medan, terutama di kawasan Jalan Kesawan; pada kehidupan dengan tidur tidak menentu; pada kaki-kaki lima dan emper pertokoan; juga pada kehidupan yang Ia jalani dengan menjual karcis bioskop, menjual es lilin, dll.
                        Dari perjalanan hidup Lafran dapat diketahui bahwa struktur fundamental independensi diri Lafran terletak pada kesediaan dan keteguhan Dia untuk terus secara kritis mencari kebenaran sejati dengan tanpa lelah, dimana saja, kepada saja, dan kapan saja.
                        Adapun latar belakang pemikirannya dalam pendirian HMI adalah: “Melihat dan menyadari keadaan kehidupan mahasiswa yang beragama Islam pada waktu itu, yang pada umumnya belum memahami dan mengamalkan ajaran agamanya. Keadaan yang demikian adalah akibat dari sitem pendidikan dan kondisi masyarakat pada waktu itu. Karena itu perlu dibentuk organisasi untuk merubah keadaan tersebut. Organisasi mahasiswa ini harus mempunyai kemampuan untuk mengikuti alam pikiran mahasiswa yang selalu menginginkan inovasi atau pembaharuan dalam segala bidang, termasuk pemahaman dan penghayatan ajaran agamanya, yaitu agama Islam. Tujuan tersebut tidak akan terlaksana kalau NKRI tidak merdeka, rakyatnya melarat. Maka organisasi ini harus turut mempertahankan Negara Republik Indonesia kedalam dan keluar, serta ikut memperhatikan dan mengusahakan kemakmuran rakyat”.
            Setelah beberapa kali mengadakan pertemuan yang berakhir dengan kegagalan. Lafran Pane mengadakan rapat tanpa undangan, yaitu dengan mengadakan pertemuan secara mendadak yang mempergunakan jam kuliah Tafsir. Ketika itu hari Rabu tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H, bertepatan dengan 5 Februari 1947, disalah satu ruangan kuliah STI di Jalan Setiodiningratan (sekarang Panembahan Senopati), masuklah mahasiswa Lafran Pane yang dalam prakatanya dalam memimpin rapat antara lain mengatakan “Hari ini adalah pembentukan organisasi Mahasiswa Islam, karena persiapan yang diperlukan sudah beres. Yang mau menerima HMI sajalah yang diajak untuk mendirikan HMI, dan yang menentang biarlah terus menentang, toh tanpa mereka organisasi ini bisa berdiri dan berjalan”. Lafran Pane mendirikan HMI bersama 14 orang mahasiswa STI lannya, tanpa campur tangan pihak luar.[9]

2.2 SEJARAH LAHIRNYA NDP HMI

2.2.1  Pengertian NDP
Sejak awal HMI telah mencantumkan “Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam” sebagai salah satu tujuannya, di samping “Mempertahankan dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia”. Dengan demikian, Islam telah dijadikan sebagai landasan organisasi. Dalam hal ini HMI tidak mendasarkan diri pada “mazhab” tertentu, walau kemudian dalam pola pemikirannya HMI cenderung sebagai kelompok intelektual muslim pembaharu.
Dari situ HMI menuangkan pemahaman keislamannya yang tertampung dalam sebuah buku pedoman yang diberi nama Nilai Dasar Perjuangan (NDP). NDP merupakan gambaran bagaimana seorang HMI memahami Islam sebagaimana tercantum dalam al-Quran. Secara doktrin, yang terkandung dalam NDP bukanlah ajaran yang bertentangan dengan Islam, melainkan merupakan formulasi kembali atas al-Quran sehingga tertuang menjadi suatu kepribadian bagi kader HMI dalam mewujudkan amanat Tuhan sebagai khalifah fil-ardhi.
NDP adalah landasan ideologis perjuangan HMI, sebagai ruh yang mendorong moral pergerakan kader. Pemahaman terhadap NDP diharapkan dapat menumbuhkan kepercayaan diri kader akan keyakinan ilahiahnya, membangun semangat humanisme dalam interaksi dengan sesama manusia, dan sebagai sumber nilai moral yang mengiringi ilmu pengetahuan untuk diabdikan bagi kemanusiaan. Dengan demikian nilai-nilai NDP bisa menjadi identitas yang khas bagi kader-kader HMI.[10]
            Nurcholis Madjid disebut-sebut sebagai orang yang merumuskan NDP, meskipun diformalkan oleh kongres Malang. Itu terjadi 17 Tahun yang Lalu. Jadi sebagai dokumen organisasi, apalagi oraganisasi mahasiswa, NDP itu cukup tua. Oleh karena itu, ada teman-teman berbicara tentang NDP dan kemudian mengajukan gagasan misalnya untuk tidak mengatakan mengubah-mengembangkan dan sebagainya, maka Nurcholish Madjid selalu mengatakan dalam bukunya bahwa dengan sendirinya NDP mungkin saja diubah dalam arti dikembangkan.[11]
            Values (nilai-nilai) tentu saja tidak berubah-ubah. Kalau disitu misalnya ada nilai tauhid, tentu saja tidak berubah-ubah. Akan tetapi pengungkapan dan tekanan pada implikasi NDP itu mungkin bahkan bisa diubah. Sebab, sepanjang sejarah, Tauhid wujudnya sama, yaitu paham pada ketuhanan Yang Maha Esa. Akan tetapi tekanan implikasinya itu berubah-ubah. Dapat kita melihat pada tekanan misi pada rasul-rasul itu berubah. Misalnya Isa Al-Masih datang untuk mengubah Taurat. (Agar aku halalkan bagi kamu sebagian yang diharamkan bagi kamu). Nabi Isa Datang menghalalkan sebagian yang diharamkan pada perjanjian lama. Jadi implikasi tauhid itu berubah-ubah mengikuti perkembangan zaman.
2.2.2 Sejarah Lahirnya NDP
Rumusan NDP seperti yang kita lihat sekarang bukanlah hasil yang sekali jadi, melainkan hasil perkembangan pemikiran dan penghayatan mendalam atas sejarah perjuangan HMI secara keseluruhan. Bahkan kalau kita hitung jarak antara berdirinya HMI dengan perumusan NDP, tercatat waktu lebih 20 tahun.
Secara sosiologis, NDP dirumuskan dalam kancah pertarungan ideologi-ideologi besar yang ada pada saat itu. Nasionalisme Bung Karno, Komunisme PKI, dan Sosialisme PSI adalah ideologi-ideologi yang secara umum berebut pengaruh. Di samping itu yang juga mendorong perumusan NDP adalah perlawatan Nurcholish Madjid ke Amerika (Oktober 1968) atas beasiswa sebagai pemimpin mahasiswa dari Council for Leaders and Specialist, Washington. Namun menurutnya yang banyak memberikan terhadap sikap dan gagasannya bukan itu, melainkan kunjungannya ke beberapa negara di Timur Tengah (Turki, Libanon, Syiria, Irak, Kuwait, Saudi, Sudan dan Mesir) selama empat bulan setelah lawatannya ke Amerika.
Faktor-faktor berikut dikemukakan Cak Nur sebagai hal yang menginspirasikan perumusan NDP: pertama, tidak adanya bacaan yang komprehensif dan sistematis tentang ideologi Islam. Kedua, kecemburuan terhadap anak-anak muda komunis yang oleh partainya disediakan buku pedoman kecil berjudul Pustaka Kecil Marxis (PKM). Ketiga, ketertarikan terhadap buku kecil yang ditulis oleh Willy Eihleir, Fundamental Values and Basic Demand of Democratic Socialis. Tulisan ini merupakan upaya reformasi ideologis bagi partai sosialis demokrat Jerman di Jerman Barat.[12]
Karena itu jelas bahwa dari latar belakang perumusannya Nurcholish Madjid ingin menempatkan NDP sebagai idelogi bagi HMI, yang diharapkan dapat menandingi ideologi-ideologi lain yang berkembang pada saat itu.

Inti NDP : Beriman, Berilmu, Beriman.
            Jika kita perhatikan Secara garis besar, ada tujuh persoalan yang dibahas dalam NDP, yaitu:
1)      Dasar-dasar Kepercayaan
2)      Pengertian-pengertian Dasar tentang Kemanusiaan.
3)      Kemerdekaan Manusia (ikhtiar) dan Keharusan Universal (Takdir).
4)       Ketuhanan Yang Maha Esa dan Perikemanusiaan.
5)      Individu dan Masyarakat.
6)      Keadilan Sosial dan Ekonomi.
7)      Kemanusiaan dan Ilmu Pengetahuan.
 Ketujuh persoalan itu secara sederhana dapat diintisarikan dalam tiga kata: iman, ilmu, amal.[13]
Iman, adalah bentuk kepercayaan yang paling mendasar dalam diri manusia. Hidup yang benar dimulai dengan iman yang benar. Iman yang benar adalah percaya kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, disertai takwa, yaitu keinginan mendekat serta kecintaan kepadaNya. Manusia berhubungan dengan Tuhan dalam bentuk penghambaan atau penyerahan diri (islam), berupa ibadah (pengabdian formil/ritual). Ibadah mendidik individu agar tetap ingat kepada Tuhan dan berpegang teguh pada kebenaran sebagaimana dikehendaki oleh hati nurani yang hanif. Dengan ibadat, manusia dididik untuk memiliki kemerdekaannya, kemanusiaannya, dan dirinya sendiri; sebab ia telah berbuat ikhlas, yaitu memurnikan pengabdian hanya kepada kebenaran (Tuhan) semata-mata. Inilah yang disebut tauhid. Lawannya adalah syirik, yaitu memperhambakan diri kepada sesuatu selain Tuhan. Syirik merupakan kejahatan terbesar bagi kemanusiaan karena sifatnya yang meniadakan kemerdekaan asasi.
Tuhan adalah mutlak. Kebenaran Tuhan dengan demikian bersifat mutlak. Yang selain Tuhan (baca: manusia) adalah relatif. Namun sudah merupakan tugas sejarah bagi yang relatif ini untuk terus-menerus berupaya mencapai Yang Mutlak, karena dari sanalah manusia berasal dan kepada-Nyalah manusia kembali. Kembali kepadaNya berarti menuju kepada Kebenaran. Namun Kebenaran yang sifatnya mutlak tidak mungkin dicapai oleh manusia. Manusia hanya dapat mencapai kebenaran-(kebenaran) yang relatif. Untuk itu manusia memerlukan ilmu, yang merupakan alat manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran-kebenaran itu. Sekalipun relatif, kebenaran-kebenaran itu merupakan tonggak sejarah yang mesti dilalui manusia dalam perjalanan menuju Kebenaran Mutlak.
Ilmu adalah pengertian yang dipunyai oleh manusia secara benar tentang alam dan dirinya sendiri. Hubungan manusia dengan alam bersifat penguasaan dan pengarahan. Alam tersedia bagi manusia untuk kepentingan pertumbuhan kemanusiaan. Penguasaan dan pengarahan itu tidak mungkin dilaksanakan tanpa pengetahuan tentang hukum-hukumNya yang tetap (sunnatullah). Pengetahuan itu dapat dicapai dengan mendayagunakan intelektualitas rasionalitas secara maksimal.
Manusia adalah makluk sosial, hidup di antara dan bersama manusia-manusia lain dalam hubungan tertentu. Oleh karena itu manusia tidak mungkin dapat memenuhi kemanusiaannya dengan baik tanpa berada di tengah sesamanya. Iman dan ilmu saja tidaklah berarti apa-apa jika tidak diterapkan dalam bentuk kerja nyata bagi kemanusiaan. Inilah yang disebut amal. Kerja kemanusiaan atau amal saleh mengambil bentuknya yang utama dalam usaha yang sungguh-sungguh secara esensial menyangkut kepentingan manusia secara keseluruhan, yaitu menegakkan keadilan dalam masyarakat sehingga setiap orang memperoleh harga diri dan martabat sebagai manusia.
Dengan integrasi iman, ilmu, dan amal itulah manusia akan mampu memenuhi kodratnya, yaitu sebagai hamba di hadapan Tuhan dan sebagai khalifah di hadapan alam. Cita-cita ideal HMI kiranya tertuang dalam NDP tersebut. menjadi manusia kreatif yang mampu berinovasi dalam kerja-kerja nyata demi mempertinggi harkat kemanusiaan (amal saleh); disertai ilmu sebagai alat untuk melakukan itu; dan tentu saja dilandasi oleh iman yang benar.[14]

2.3   NDP SEBAGAI LANDASAN IDEOLOGI HMI
Sebagaimana telah disebutkan diatas bahwa NDP merupakan landasan fisosofis dan landasan ideologi Perjuangan HMI, maka pengetahuan mengenai NDP merupakan titik tolak yang Sangat penting bagi setiap kader HMI karena itu merupakan landasan ideologinya. Sebagai kader HMI tentunya harus mengetahui ketujuh bab yang termasuk dalam NDP, mulai dari dasar kepercayaan sampai kemanusiaan dan ilmu pengetahuan yang kesemuanya itu juga membutuhkan penelaahan yang objektif rasional dan pada akhirnya dikembalikan pada Allah sebagai asal dari semua kebenaran. Dalam hal itulah Epistemologi NDP harus benar benar dikuasai setiap kader HMI. sehingga setiap kader HMI harus mampu memahami nilai dasar perjuangan bukan hanya pada tataran yang formal tapi juga secara substansial sehingga tidak ada kontradiksi pada tataran konsep dan taktis melainkan sebuah keserasian antara landasan konseptual yang diterjemahkan pada wilayah starategis dan kebijakan yang taktis atau operasional.
Selama ini HMI dikenal dengan tradisi pembaharuannya. Dalam pembaharuan akan selalu ada kritik dan otokritik terhadap segala sesuatu yang ada. Hal ini memungkinkan adanya perbaikan dan pengembangan ke arah yang lebih baik.
Meskipun NDP berpretensi ideologis, NDP tidak boleh diperlakukan sebagai dogma yang taken for granted oleh kader-kader HMI. NDP bagi HMI tidaklah sama dengan al-Quran bagi umat Islam. Bagaimana pun NDP adalah buatan manusia. Karena itu meskipun perumusannya didasarkan pada wahyu yang bersifat mutlak, NDP tak lebih dari sekadar hasil interpretasi manusia yang nilai kebenarannya relatif. NDP bolehlah dikatakan sebagai satu usaha berupa landasan filosofis untuk mencapai Yang Mutlak, Kebenaran, yaitu Tuhan itu sendiri. Keberadaan NDP harus disikapi secara kritis. Cak Nur sendiri, selaku salah seorang perumus NDP, ketika ditanya apakah NDP masih relevan dengan kondisi sekarang ataukah perlu diganti, mengatakan bisa saja, asal tingkat intelektualitasnya tidak lebih rendah dari yang ada sekarang.[15]
NDP HMI tidak  lahir begitu saja tanpa landasan historis. Ia lahir berkenaan dengan kondisi HMI yang hingga tahun 1970 tidak memiliki sebuah buku tentang islam yang dijadikan pegangan dan landasan untuk berjuang bagi kader-kadernya. Jika pada jaman Che Guevara pengikut gerakannya diberikan sebuah buku kecil berisikan doktrin-doktrin penyemangat perjuangan mereka, NDP bisa juga merupakan buku kecil berisikan doktrin-doktrin perjuangan HMI semacam itu. Bedanya adalah buku kecil milik Che tidak seplural dan terbuka seperti halnya NDP di HMI, sehingga membuka ruang selebar-lebarnya untuk ditafsirkan.
   Cara berfikir yang hendak dituju NDP adalah cara berfikir yang kritis, dimana tidak hanya ada hitam dan putih melainkan juga abu-abu, hijau, kuning, biru, merah, dsb. Pola pikir yanag semacam itu akan membuat kader terjebak dalam tempurung dan tidak dapat memikirkan alternatif lainnya. Padahal bisa jadi kebenaran yang dia maksud adalah hasil konstruksi dia sendiri dan seringkali menganggap hasil pikiran orang lain salah. Model seperti ini bisa disebut pola berfikir dogmatis dimana seseorang tidak mau menerima kebenaran yang bersumber dari orang lain. Tentu saja, karena ia telah menganggap pikirannyalah yang paling benar.
Dalam rangka mengantisipasi dan menghindarkan hal ini terjadi pada diri kader HMI, NDP memberikan penekanan akan pentingnya dasar-dasar kepercayaan yang menggiring kita sebagai kader HMI untuk melihat bahwa yang benar itu hanyalah Allah, sedangkan yang lainnya adalah relatif. Implikasinya adalah bahwa kader HMI akan memiliki watak yang dinamis dan progresif untuk selalu mencari dan menemukan kebenaran tersebut. bagaimanapun juga, kebenaran yang absolut tidak akan terpenuhi tanpa melakukan eksperimentasi terhadap kebenaran-kebenaran relatif. Ketika melakukan eksperimentasi kebenaran-kebenaran relatif tersebut maka pemikiran akan sepenuhnya berikut dengan perangkat-perangkat ilmu pengetahuan yang dimiliki.

2.4. INTERNALISASI NDP UNTUK MEWUJUDKAN KADER HMI YANG BERKUALITAS

            Membicarakan NDP HMI sama artinya kita sedang membicarakan sebuah naskah keislaman yang telah berumur puluhan tahun (1969-2008). Kendatipun NDP mengalami perubahan nama, (NIK-NDP) namun tetap awet dan masih relevan dengan konteks kekinian. Pertanyaannya adalah, mengapa NDP HMI dapat bertahan dalam rentang waktu yang panjang ? Sebabnya adalah NDP sesungguhnya merupakan kumpulan nilai-nilai universal yang diderivasi dari Al-Qur’an dan Hadis. Nilai tentu saja mengatasi ruang dan waktu. Nurcholish Madjid sering menyebut NDP itu adalah “Al-Qur’an kecil” minus kisah (al-qasas) dan aturan-aturan hukum. Tidak berlebihan jika disebutkan bila kita memahami NDP sama artinya kita memahami sebagian besar ajaran pokok Islam.
            Tanpa bermaksud merendahkan apa lagi melecahkan upaya yang dilakukan sebagian teman-teman untuk merubah NDP, saya melihat dari sisi kadar intelektualitas, “NDP baru” sangat rendah. Apa yang pernah dikhawatrikan Nurkholish Madjid sudah terbukti. Cak Nur pernah mengatakan :
…Jadi kalau ingin direvisi, apa lagi sudah berumur 16 tahun  (wawancara ini tahun 1985), barangkali memang sudah waktunya, tetapi jangan sampai “intelektual levelnya” menurun, sebab bangsa ini makin cerdas dan makin sophisticated.[16]
            Ketuhanan dan kemanusiaan adalah inti atau jantung Islam yang terdapat di dalam NDP. Tentu di samping ketuhanan dan kemanusiaan, ada inti-inti lainnya, yaitu keharusan universal, keadilan, dan ilmu pengetahuan, yang semuanya bermuara pada paham tauhid. Tidak berlebihan, jika NDP HMI itu dipahami dengan baik, akan membawa akibat yang sangat positif pada diri kader. Azhari Akmal Tarigan menyebutnya dengan potret insan kamil. Masalahnya sekarang adalah, bagaimana menginternalisasikan nilai-nilai NDP HMI ke dalam kader-kader HMI agar ia memiliki pengaruh yang positif di dalam kehidupan sehari-harinya.
Internalisasi NDP HMI tetaplah menjadi persoalan yang cukup serius di dalam tubuh HMI. Berbagai macam persoalan yang muncul di HMI, selalu saja dihubungkan dengan keberadaan NDP. Jika saat ini HMI kurang diminati oleh mahasiswa di kampus-kampus besar, dan cenderung tidak terlihat warna keislamannya, yang dipertanyakan adalah NDP HMI. Tentu saja tuduhan ini tidak salah, kendatipun tidak sepenuhnya benar. Yang jelas, jika kita merujuk ke sejarah perumusan NDP HMI, nyatalah bahwa alasan Cak Nur menyusun NDP HMI agar anak-anak HMI memiliki identitas keislaman yang khas. Dalam sebuah kesempatan, Cak Nur menyatakan tujuan NDP HMI adalah agar kader HMI tidak berpikir hitam putih, dan sebaliknya mampu berpikir inklusiv.[17] Sepertinya cak Nur sadar betul tentang ruang dan waktu di mana HMI akan tumbuh dan besar.
Pada dasarnya, Islam mengajak seluruh ummat manusia pada hal-hal yang memiliki nilai yang sangat penting dalam kehidupan ini. Karena itu, Islam tidak memerintahkan pada umatnya untuk melakukan hal-hal sepele yang tak bernilai. Secara ringkas Islam memerintahkan kepada semua pengikutnya agar menundukkan jiwa dan segala bentuk meteri hanya untuk Allah Subhanahu wa ta’ala semata.[18]
Lagi-lagi masalahnya adalah bagaimana menginternalisasikannya pada diri kader. Menurut penulis hal pertama yang dilakukan adalah merumuskan metode penyampaian NDP HMI yang lebih menyentuh, tidak saja logika tetapi juga emosi bahkan spiritual. Bagaimanapun juga ada sisi NDP yang penekanannya pada aspek logika namun ada pula yang penekannya pada aspek emosi dan spiritual. Jika ketiga kecerdasan ini dapat difungsikan dalam proses transformasi NDP ke dalam diri kader, maka proses internalisasi menjadi lebih mudah dilakukan.
Selanjutnya, adalah penting untuk mendekatkan jarak NDP dengan kehidupan keberagamaan kader. Harus dicatat, kader-kader yang memilih HMI sebagai wadah untuk mengembangkan potensi dirinya adalah mereka yang hidup dalam suasana kehidupan religius tertentu. Pemahaman dan pengalaman keagamaan mereka yang selama ini telah terbangun dengan baik, tidak boleh dinafikan begitu saja. Namun sebaliknya, semuanya harus dijadikan bahan untuk memperkaya “tafsir NDP’ itu sendiri.
            Namun di atas segala-galanya, proses pemahaman dan internalisasi NDP HMI tidak dapat sekali jalan. Ia mestilah menjadi sebuah proses yang berkelanjutan. Untuk itu, keberadaan kelompok-kelompok studi terlebih yang mengkhususkan diri dalam kajian NDP menjadi sangat penting.
            NDP HMI adalah kumpulan nilai-nilai dasar sebagaimana yang terdapat di dalam Al-Qur’an. Nilai tentu saja sangat abstrak dan universal. Ini merupakan tugas kader HMI untuk selalu menterjemahkan nilai-nilai tersebut agar tetap relevan dengan konteks kekinian. Tegasnya, nilai NDP itu akan bersifat tetap, namun tekanannya bisa saja berbeda pada setiap zaman.
























BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
             NDP merupakan landasan fisosofis dan landasan ideologi Perjuangan HMI, maka pengetahuan mengenai NDP merupakan titik tolak yang Sangat penting bagi setiap kader HMI karena itu merupakan landasan ideologinya. Sebagai kader HMI tentunya harus mengetahui ketujuh bab yang termasuk dalam NDP.
            Jika kita perhatikan Secara garis besar, ada tujuh persoalan yang dibahas dalam NDP, yaitu:
1)      Dasar-dasar Kepercayaan
2)      Pengertian-pengertian Dasar tentang Kemanusiaan.
3)      Kemerdekaan Manusia (ikhtiar) dan Keharusan Universal (Takdir).
4)       Ketuhanan Yang Maha Esa dan Perikemanusiaan.
5)      Individu dan Masyarakat.
6)      Keadilan Sosial dan Ekonomi.
7)      Kemanusiaan dan Ilmu Pengetahuan.

Internalisasi NDP HMI tetaplah menjadi persoalan yang cukup serius di dalam tubuh HMI. Berbagai macam persoalan yang muncul di HMI, selalu saja dihubungkan dengan keberadaan NDP. Jika saat ini HMI kurang diminati oleh mahasiswa di kampus-kampus besar, dan cenderung tidak terlihat warna keislamannya, yang dipertanyakan adalah NDP HMI.
3.2 Saran
    Karena masih kurangnya pendalaman tentang Nilai-Nilai Dasar Perjuangan yang dimiliki penulis, dengan ini penulis menyarankan kepada siapapun yang membaca makalah ini untuk dapat memberikan pemikiran-pemikran dan saran-saran yang bersifat kostruktif demi pengembangan tulisan ini kedepan. Marilah kita pelajari NDP dan subtansinya supaya dapat kita internalisasikan atau implementasikan juga kita jadikan sebagai landasan yang tidak hanya sebagai sebuah formalitas belaka.



DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. H. Agussalim Sitompul, 44 Indikator Kemunduran HMI, (Jakarta: Penerbit “Misaka Galiza”, 2005)

Syaikh Abd Abdul Khaliq, Kiat Sukses Dalam Dakwah,(Jakarta: Penerbit “Pustaka Qalami”,2004)

Ahmad Nasir Siregar, Manifiaesto Politik HMI, (Jakarta: Penerbit “Padepokan Salemba”,2010)

PB HMI, Hasil-hasil Kongres HMI XXVII, (Depok: Penerbit “Erdino Mutiara Agung”,2010)

Miftah Thoha, Perilaku Organisasi; Konsep Dasar dan Aplikasinya, (Jakarta: Penerbit “Raja Grafindo Persada”, 2003)

Miftah Thoha, Pembinaan Organisasi; Proses Diagnosa & Intervensi, (Jakarta: Penerbit “Raja Grafindo Persada”, 1989)


Agussalim Sitompul, Pemikiran Hinpunan Mahasiswa Islam (HMI) Tentang Keislaman-Keindoneisaan 1947-1997, (Disertasi pada Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta),Yogyakarta 2001

Nurcholish Madjid, “Latar Belakang Perumusan NDP HMI” dalam, Azhari Akmal Tarigan, “Islam Mazhab HMI :tTafsir Tema Besar Nilai Dasar Perjuangan, (Jakarta: Kultura, 2007) h. ix-xxxii


http://Nilai Dasar Perjuangan HMI « Blog Asep Sofyan.html






[1] Miftah Thoha, Perilaku Organisasi; Konsep Dasar dan Aplikasinya, (Jakarta: Penerbit “Raja Grafindo Persada”, 2003), hal. 5.
[2] Prof. Dr. H. Agussalim Sitompul, 44 Indikator Kemunduran HMI, (Jakarta: Penerbit “Misaka Galiza”, 2005), hal.xxvii.
[5] Agussalim Sitompul, Pemikiran Hinpunan Mahasiswa Islam (HMI) Tentang Keislaman-Keindoneisaan 1947-1997, (Disertasi pada Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta),Yogyakarta 2001, hal. 49.
[6] Prof. Dr. H. Agussalim Sitompul, 44 Indikator Kemunduran HMI, (Jakarta: Penerbit “Misaka Galiza”, 2005), hal. 24.
[7] http://insanlimacita.wordpress.com/2007/12/14/latar-belakang-sejarah-berdirinya-hmi/ 
[8] http://insanlimacita.wordpress.com/2007/12/14/latar-belakang-sejarah-berdirinya-hmi/ 
[9] http://insanlimacita.wordpress.com/2007/12/14/latar-belakang-sejarah-berdirinya-hmi/ 
[10] http://Nilai Dasar Perjuangan HMI « Blog Asep Sofyan.html.
[11] PB HMI, Hasil-hasil Kongres HMI XXVII, (Depok: Penerbit “Erdino Mutiara Agung”,2010), hal.128.
[12] http://Nilai Dasar Perjuangan HMI « Blog Asep Sofyan.html.
[13] PB HMI, Hasil-hasil Kongres HMI XXVII, (Depok: Penerbit “Erdino Mutiara Agung”,2010), hal.132.
[14] http://Nilai Dasar Perjuangan HMI « Blog Asep Sofyan.html.
[15] http://Nilai Dasar Perjuangan HMI « Blog Asep Sofyan.html
            [16] Majalah Suara Himpunan tahun 1985 yang memuat wawancara Nurcholish Madjid.
            [17]Nurcholish Madjid, “Latar Belakang Perumusan NDP HMI” dalam, Azhari Akmal Tarigan, “Islam Mazhab HMI :tTafsir Tema Besar Nilai Dasar Perjuangan, (Jakarta: Kultura, 2007) h. ix-xxxii
[18] Syaikh Abd Abdul Khaliq, Kiat Sukses Dalam Dakwah,(Jakarta: Penerbit “Pustaka Qalami”,2004),hal.69-70

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More