Selama penderitaan datang dari manusia, dia bukan
bencana alam, dia pun pasti bisa dilawan oleh manusia (Pramoedya Ananta
Toer dalam Anak Semua Bangsa).
Saya sedang bicara penderitaan
yang dialami pesepakbola-pesepakbola di Indonesia, yang gajinya
berbulan-bulan tak dibayar oleh klub mereka. Tapi, para pemain itu
seolah tak berdaya, seakan tak punya kekuatan untuk menuntut apa yang
menjadi hak mereka.
Baik Indonesia Super League (ISL) maupun
Indonesian Premier League (IPL) punya utang besar kepada para pemain.
Namun, masalah ini tak kunjung selesai, bahkan ketika kompetisi musim
lalu sudah berakhir beberapa bulan lalu.
Untuk catatan saja,
hingga saat ini sisa utang gaji klub-klub ISL musim 2011/12 yakni, PSPS
10 bulan, Persidafon 9 bulan, PSMS 8 bulan, Persela 6 bulan, Arema 6
bulan, Persija 5 bulan, Persiba 4 bulan, Pelita Jaya 2 bulan, Deltras 6
bulan, Persela 7 bulan dan Sriwijaya FC 2 bulan. Itu belum daftar utang
dari klub-klub Divisi Utama ISL.
Sementara itu, sisa utang gaji
klub-kub IPL musim 2011/12 yakni, Bontang 7 bulan,Persija Jakarta,
Persema, Persiraja, Persiba Bantul, PSM melakukan terminasi kontrak
pemain dengan hanya membayar 2 bulan saja dari total 6 sampai 7 bulan
tunggakan.
Titik terendah penderitaan pesepakbola di Indonesia
adalah ketika seorang pemain asing asal Paraguay, Diego Mendieta
meninggal dunia. Gaji Diego tak dibayar empat bulan oleh Persis Solo PT
Liga Indonesia (KPSI), padahal saat itu dia tengah sakit dan tak punya
biaya untuk berobat ke rumah sakit. Bukan hanya itu, bahkan dia juga
harus menunggak membayar rumah kontrakan.
Persis Solo PT Liga
Indonesia baru berjanji melunasi tunggakan gaji, setelah Diego
mengembuskan nafas terakhir. Bayangkan, seorang pemain harus meninggal
dunia lebih dulu agar gajinya dibayar.
Lain halnya dengan pemain
Persipro Probolinggo, Abdoulaye Camara, yang harus mengemis demi
membiayai hidupnya dan untuk pulang ke kampung halamannya, karena 6
bulan belum terima gaji. Begitu kejamnya sepakbola Indonesia.
Hebatnya
lagi, ISL sudah me-launching musim baru dengan klub-klub yang masih
menunggak gaji para pemainnya. Mereka tentu lebih punya hati nurani bila
membayar tunggakan musim lalu dibanding membiayai musim baru. Adakah
niat baik mereka untuk melunasi hak-hak para pemain?
Apakah ada
tim verifikasi klub-klub ISL? Mengapa dengan utang setumpuk tapi masih
bisa ikut kompetisi? Kita bisa mencontoh kompetisi Eropa, bila sebuah
klub tidak bisa melunasi gaji pemain musim lalu, maka akan ada sanksi
untuk klub. Entah berupa pengurangan poin atau degradasi ke level
kompetisi yang lebih rendah.
Uniknya, pemain Indonesia tak
pernah merasa kapok dengan kondisi yang sesungguhnya berulangkali
terjadi ini. Dalam kutipan Pram di awal tulisan, dikatakan penderitaan
yang disebabkan manusia bisa dilawan, maka seluruh pemain di kompetisi
harus bersikap satu suara.
Pemain tidak bisa lagi dengan hanya
ikut bersimpati kepada pemain lain yang belum digaji, karena bukan tak
mungkin, pemain yang gajinya lancar saat ini, di lain waktu bisa berada
pada posisi berbulan-bulan tidak digaji. Lihatlah bagaimana
pemain-pemain bintang La Liga dari Barcelona & Real Madrid di awal
musim ini yang ikut mogok main demi solidaritas, karena pemain dari klub
lain belum dibayar gajinya. Alhasil, kompetisi La Liga sempat molor
digelar, dan klub menjamin pelunasan gaji pemain.
Para pemain
punya kekuatan untuk melawan penderitaan yang disebabkan oleh manusia
lain. Kondisi ini bukan takdir. Tidakkah kalian bosan selalu berada
dalam lagi dalam posisi yang dirugikan? Maka berjuanglah untuk nasib
kalian sendiri, berjuang untuk menjadikan kompetisi sepakbola Indonesia
lebih baik.
0 comments:
Post a Comment