BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Himpunan Mahasiswa Islam atau lebih dikenal dengan HMI yang baru saja
selesai memperingati milad ke 63 pada beberapa bulan yang lalu merupakan sebuah organisasi
kader yang masih eksis hingga saat ini, HMI yang tujuannya dijabarkan yaitu
pasal 4 Anggaran Dasar HMI, yang pada akhirnya adalah untuk mewujudkan
masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT, memiliki begitu bayak kader
yang telah berbuat untuk bangsa ini.
HMI sebagai sebuah
organisasi perkaderan yang telah berusia setengah abad lebih tentunya telah
banyak mempunyai kader yang lahir sebagai hasil dari perkaderan yang dilakukan
oleh HMI itu sendiri. Dalam dunia perkaderan HMI terjadi transformasi
nilai-nilai Islam sebagai dasar dari perjuangan
HMI, tranfsformasi nilai-nilai
islam yang ada di tubuh HMI adalah bagian dari Nilai-Nilai Dasar Perjuangan
yang merupakan kerangka landasan filosofis dan idiologis sekaligus spirit atau
semangat perjuangan. Dalam perjalanan sejarah
perumusan NDP yang diawali oleh Nurcholish Madjid pada awalnya hanya
sebuah buku untuk memahami tentang islam selanjutnya berubah menjadi
dasar-dasar islamisme bahkan pada saat keluar peraturan mengenai azaz tunggal
NDP pernah berubah nama menjadi Nilai Identitas Kader. NDP membantu para kader
baru untuk memahami posisinya sebagai individu di mata Tuhan dan juga dalam
himpunan dan masyarakat. Selain itu juga mengajarkan untuk memahami hakikat keberadaan
Tuhan dan fungsi manusia di dunia.
NDP sebagai landasan filosofis dan ideologis HMI merupakan bagian yang telah
membentuk kepribadian bagi setiap kader HMI, NDP yang dalam perjalanan sejarah
HMI di susun oleh Nurcholish Madjid saat kongres ke 25 di Makasar telah
mengalami beberapa perubahan namun pada dasarnya yang dimaksudkan tetap sama.
Karena NDP merupakan bagian yang terpenting dalam HMI maka pemahaman
mengenai NDP juga harus dimiliki oleh setiap kader, didalam NDP ada kerangka
berfikir atau landasan berfikir bagi kader, disinilah tertutut peranan
epistimologi yaitu bagaimana usaha-usaha kader untuk menelaah dan mengkaji
objek kebenaran. Mengkaji tentang dasar dasar kepercayaan untuk menemukan kebenaran yang hakiki. dan
untuk menemukan kebenaran yang hakiki tentunya ilmu pengetahuan juga mempunyai
pengaruh yang sangat penting bagi prilaku manusia tersebut.
Perilaku organisasi adalah suatu studi yang menyangkut
aspek-aspek tingkah laku manusia dalam suatu organisasi atau suatu kelompok
tertentu. Ia meliputi aspek yang ditimbulkan dari pengaruh manusia terhadap
organisasi.
Sebagaimana kita ketahui, HMI merupakan organisasi kemahasiswaan yang
bernafaskan islam dan bersifat independen. Dan sejak kelahirannya hingga kini
telah mampu menunjukkan kiprahnya dalam kehidupan bermasyarakat bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Namun demikian, seiring dengan dinamika sejarah bangsa
Indonesia, adakalanya HMI mengalami fase pasang naik dan pasang surut. Akan
tetapibagaimanapun HMI telah memberikan peran dan andil tersendiri dalam
perjuangan mempertahankan dan mengisi kemerdekaan, dari mulai kelahirannya
hingga kini.
Berdasarkan latar
belakang diatas, penulis tertarik untuk membuat suatu tulisan, disamping sebagai
salah satu syarat mengikuti Latihan Kader II, Penulis mencoba mengemas tulisan
ini dalam sebuah makalah dengan judul “Internalisasi
NDP untuk mewujudkan Kader HMI yang berkualitas”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan di atas, dapat kita
pahami ada beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini
selanjutnya, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana
Sejarah Lahirnya HMI
?
2. Bagaimana
Sejarah Lahirnya NDP ?
3. Apakah
yang dimaksud dengan “NDP Sebagai Landasan Idiologis HMI” ?
4. Bagaimana
Perkembangan Internalisasi NDP untuk mewujudkan kader HMI yang berkualitas ?
1.3
Tujuan Penulisan
Ada beberapa tujuan
penulisan yang ingin penulis sampaikan diantaranya adalah sebagai berikut :
- Untuk
mengetahui Sejarah
Lahirnya HMI di Indonesia.
- Mengetahui
sejarah lahirnya NDP sebagai landasan idiologis HMI.
- Untuk
mengetahui dan memahami yang dimaksud dengan NDP Sebagai Landasan
Idiologis HMI.
- Memenuhi
salah satu syarat untuk mengikuti intermediate training ( Latihan Kader II) Yang diselenggarakan oleh Himpunan
Mahasiswa Islam Cabang Bandung tanggal 27 Juli s/d 04 Agustus
2012.
1.4 Metode Penulisan
Adapun metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode
library research (penelitian kepustakaan), studi kepustakaan ini penulis
gunakan untuk mendalami teori-teori dan hal lain yang ada dalam buku-buku serta
tulisan-tulisan lainnya yang berkaitan dengan judul yang dibahas dalam tulisan
ini.
BAB II
PEMBAHASAN
INTERNALISASI
NDP UNTUK MEWUJUDKAN KADER HMI YANG BERKUALITAS
2.1
SEJARAH LAHIRNYA HMI
2.1.1
Pengertian Sejarah
Sejarah,
babad, hikayat, riwayat, atau tambo dalam bahasa
Indonesia dapat diartikan sebagai kejadian dan peristiwa yang
benar-benar terjadi pada masa lampau atau asal-usul (keturunan) silsilah,
terutama bagi raja-raja yang memerintah. Adapun ilmu sejarah adalah ilmu
yang digunakan untuk mempelajari peristiwa penting masa lalu manusia. Pengetahuan
sejarah meliputi pengetahuan akan kejadian-kejadian yang sudah lampau serta
pengetahuan akan cara berpikir secara historis. Orang yang mengkhususkan diri
mempelajari sejarah atau ahli sejarah disebut sejarawan.
Kata
sejarah secara harafiah
berasal dari kata
Arab (
شجرة:
Å¡ajaratun) yang artinya
pohon. Dalam bahasa Arab sendiri, sejarah disebut
tarikh
(
تاريخ ). Adapun kata
tarikh dalam bahasa Indonesia artinya
kurang lebih adalah
waktu atau
penanggalan. Kata Sejarah lebih
dekat pada bahasa Yunani yaitu
historia yang berarti ilmu atau orang
pandai. Kemudian dalam bahasa Inggris menjadi
history, yang berarti masa
lalu manusia. Kata lain yang mendekati acuan tersebut adalah
Geschichte
yang berarti sudah terjadi.
Dalam istilah bahasa-bahasa Eropa, asal-muasal istilah
sejarah yang dipakai dalam literatur bahasa Indonesia itu terdapat beberapa
variasi, meskipun begitu, banyak yang mengakui bahwa istilah sejarah
berasal-muasal,dalam bahasa Yunani historia. Dalam bahasa Inggris dikenal
dengan history, bahasa Prancis historie, bahasa Italia storia, bahasa Jerman
geschichte, yang berarti yang terjadi, dan bahasa Belanda dikenal
gescheiedenis.
Menilik pada makna secara kebahasaan dari berbagai bahasa di
atas dapat ditegaskan bahwa pengertian sejarah menyangkut dengan waktu dan
peristiwa. Oleh karena itu masalah waktu penting dalam memahami satu peristiwa,
maka para sejarawan cenderung mengatasi masalah ini dengan membuat periodisasi.
Pengertian Sejarah menurut para ahli, yakni sebagai
berikut :
Sejarah adalah catatan dari apa yang telah dipikirkan,
dikatakan, dan diperbuat oleh manusia.
Sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan yang disusun atas hasil
penyelidikan beberapa peristiwa yang dapat dibuktikan dengan bahan kenyataan.
Sejarah didefinisikan sebagai catatan tentang masyarakat umum
manusia atau peradaban manusia yang terjadi pada watak/sifat masyarakat itu.
Moh. Ali dalam bukunya Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia,
mempertegas pengertian sejarah sebagai berikut:
- Jumlah
perubahan-perubahan, kejadian atau peristiwa dalam kenyataan di sekitar
kita.
- Cerita
tentang perubahan-perubahan, kejadian, atau peristiwa dalam kenyataan di
sekitar kita.
- Ilmu
yang bertugas menyelidiki perubahan-perubahan, kejadian, dan atau
peristiwa dalam kenyataan di sekitar kita.
Dari beberapa uraian di atas dibuat kesimpulan sederhana bahwa
sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari segala peristiwa atau
kejadian yang telah terjadi pada masa lampau dalam kehidupan umat manusia.
Dalam kehidupan manusia, peristiwa sejarah merupakan suatu peristiwa yang
abadi, unik, dan penting.
2.1.2. Latar Belakang Berdirinya HMI
Missi HMI secara tersirat terlihat jelas dari latar belakang
berdirinya HMI, dan secara tersurat
terformulasikan dalaam rumusan tujuan pertama HMI. Lebih jauh mengenai latar
belakang berdirinya HMI sebagai kajian yang terbaru dapat dilihat disertasi
Agussalim Sitompul, yang dipromosikan tanggal 2 Juli 2001, dengan judul :”Pemikiran HMI tentang Keislaman-Keindonesiaan
1947-1997”. Latar belakang munculnya pemikiran dan berdirinya HMI adalah :
1. Penjajahan
Belanda atas Indonesia dan Tuntutan perang kemerdekaan.
2. Kesenjangan
dan kejumudan Ummat Islam dalam pengetahuan, pemahaman, penghayatan dan
pengamalan ajaran islam.
3. Kebutuhan
dan pemahaman dan penghayatan keagamaan.
4. Munculnya
polarisasi politik.
5. Berkembangnya
faham dan ajaran komunis.
6. Kedudukan
perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan yang strategis.
7. Kemajemukan
bangsa Indonesia.
8.
Tuntutan
modernisasi dan tantangan masa depan.
Diatas
paradigma (landasan,pijakan) latar belakang munculnya dan berdirinya HMI itu
ditetapkan
Missi HMI. Paradigma yang
dimaksud bagi misi HMI, yaitu dapat membuat keadaan menjadi bermakna dan
bernilai transendental. Tidak hanya sekedar itu, tetapi kreasi bentuk dengan
nafas atau isi yang menghubungkan manusia dengan Allah SWT.
Kalau
ditinjau secara umum ada 4 (empat) permasalahan yang menjadi latar belakang
sejarah berdirinya HMI, yaitu :
Pertama, Situasi Dunia
Internasional.
Berbagai argumen telah diungkapkan sebab-sebab kemunduran
ummat Islam. Tetapi hanya satu hal yang mendekati kebenaran, yaitu bahwa
kemunduran ummat Islam diawali dengan kemunduran berpikir, bahkan sama sekali
menutup kesempatan untuk berpikir. Yang jelas ketika ummat Islam terlena dengan
kebesaran dan keagungan masa lalu maka pada saat itu pula kemunduran
menghinggapi kita. Akibat dari keterbelakangan ummat Islam , maka munculah
gerakan untuk menentang keterbatasan seseorang melaksanakan ajaran Islam secara
benar dan utuh. Gerakan ini disebut Gerakan Pembaharuan. Gerakan Pembaharuan
ini ingin mengembalikan ajaran Islam kepada ajaran yang totalitas, dimana
disadari oleh kelompok ini, bahwa Islam bukan hanya terbatas kepada hal-hal
yang sakral saja, melainkan juga merupakan pola kehidupan manusia secara
keseluruhan. Untuk itu sasaran Gerakan Pembaharuan atau reformasi adalah ingin
mengembalikan ajaran Islam kepada proporsi yang sebenarnya, yang berpedoman
kepada Al Qur’an dan Hadist Rassullulah SAW.
Dengan timbulnya ide pembaharuan itu, maka Gerakan
Pembaharuan di dunia Islam bermunculan, seperti di Turki (1720), Mesir (1807).
Begitu juga penganjurnya seperti Rifaah Badawi Ath Tahtawi (1801-1873),
Muhammad Abduh (1849-1905), Muhammad Ibnu Abdul Wahab (Wahabisme) di Saudi
Arabia (1703-1787), Sayyid Ahmad Khan di India (1817-1898), Muhammad Iqbal di
Pakistan (1876-1938) dan lain-lain.
Kedua,
Situasi NKRI
Tahun
1596 Cornrlis de Houtman mendarat di Banten. Maka sejak itu pulalah Indonesia
dijajah Belanda. Imprealisme Barat selama ± 350 tahun membawa paling tidak 3
(tiga) hal :
·
Penjajahan itu sendiri dengan segala bentuk
implikasinya.
·
Missi dan Zending agama Kristiani.
·
Peradaban Barat dengan ciri sekulerisme dan
liberalisme.
Setelah melalui perjuangan secara terus menerus dan atas
rahmat Allah SWT maka pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno-Hatta Sang Dwi
Tunggal Proklamasi atas nama bangsa Indonesia mengumandangkan kemerdekaannya.
Kondisi Mikrobiologis Ummat Islam di Indonesia.
Kondisi ummat Islam sebelum berdirinya HMI dapat
dikategorikan menjadi 4 (empat) golongan, yaitu :
Pertama : Sebagian besar yang melakukan ajaran Islam itu hanya
sebagai kewajiban yang diadatkan seperti dalam upacara perkawinan, kematian
serta kelahiran.
Kedua : Golongan
alim ulama dan pengikut-pengikutnya yang mengenal dan mempraktekkan ajaran
Islam sesuai yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.
Ketiga : Golongan alim ulama dan pengikut-pengikutnya yang
terpengaruh oleh mistikisme yang menyebabkan mereka berpendirian bahwa hidup
ini adalah untuk kepentingan akhirat saja.
Keempat
: Golongan kecil yang mencoba menyesuaikan diri dengan kemajuan jaman, selaras
dengan wujud dan hakekat agama Islam. Mereka berusaha supaya agama Islam itu
benar-benar dapat dipraktekkan dalam masyarakat Indonesia.
(
kayaknya ini bukan disini tempatnya)
Ketiga, Kondisi Perguruan Tinggi dan Dunia
Kemahasiswaan.
Ada dua faktor yang sangat dominan
yang mewarnai Perguruan Tinggi (PT) dan dunia kemahasiswaan sebelum HMI
berdiri. Pertama: sisitem yang
diterapkan dalam dunia pendidikan umumnya dan PT khususnya adalah sistem
pendidikan barat, yang mengarah kepada sekulerisme yang “mendangkalkan agama
disetiap aspek kehidupan manusia”. Kedua
: adanya Perserikatan MAHASISWA Yogyakarta (PMY) dan Serikat Mahasiswa Indonesia
(SMI) di Surakarta dimana kedua organisasi ini dibawah pengaruh Komunis.
Bergabungnya dua faham ini (Sekuler dan Komunis), melanda dunia PT dan
Kemahsiswaan, menyebabkan timbulnya “Krisis Keseimbangan” yang sangat tajam,
yakni tidak adanya keselarasan antara akal dan kalbu, jasmani dan rohani, serta
pemenuhan antara kebutuhan dunia dan akhirat.
Keempat, saat berdirinya HMI
Berdirinya
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) diprakasai oleh Lafran Pane, seorang mahasiswa
STI (Sekolah Tinggi Islam), kini UII (Universitas Islam Indonesia) yang masih
duduk ditingkat I yang ketika itu genap berusia 25 tahun. Tentang sosok Lafran
Pane, dapat diceritakan secara garis besarnya antara lain bahwa Pemuda Lafran
Pane lahir di Sipirok-Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Beliau adalah anak
seorang Sutan Pangurabaan Pane –tokoh pergerakan nasional “serba komplit” dari
Sipirok, Tapanuli Selatan-.
Lafaran
Pane adalah sosok yang tidak mengenal lelah dalam proses pencarian jati
dirinya, dan secara kritis mencari kebenaran sejati. Lafran Pane kecil, remaja
dan menjelang dewasa yang nakal, pemberontak, dan “bukan anak sekolah yang
rajin” adalah identitas fundamental Lafran sebagai ciri paling menonjol dari
Independensinya. Sebagai figur pencarai sejati, independensi Lafran terasah,
terbentuk, dan sekaligus teruji, di lembaga-lembaga pendidikan yang tidak Ia
lalui dengan “Normal” dan “lurus” itu (-Walau Pemuda Lafran Pane yang tumbuh
dalam lingkungan nasionalis-muslim terpelajar pernah juga menganyam pendidikan
di Pesantren Ibtidaiyah, Wusta dan sekolah Muhammadiyah-) ; pada hidup
berpetualang di sepanjang jalanan kota Medan, terutama di kawasan Jalan Kesawan;
pada kehidupan dengan tidur tidak menentu; pada kaki-kaki lima dan emper
pertokoan; juga pada kehidupan yang Ia jalani dengan menjual karcis bioskop,
menjual es lilin, dll.
Dari
perjalanan hidup Lafran dapat diketahui bahwa struktur fundamental independensi
diri Lafran terletak pada kesediaan dan keteguhan Dia untuk terus secara kritis
mencari kebenaran sejati dengan tanpa lelah, dimana saja, kepada saja, dan
kapan saja.
Adapun
latar belakang pemikirannya dalam pendirian HMI adalah: “Melihat dan menyadari
keadaan kehidupan mahasiswa yang beragama Islam pada waktu itu, yang pada
umumnya belum memahami dan mengamalkan ajaran agamanya. Keadaan yang demikian
adalah akibat dari sitem pendidikan dan kondisi masyarakat pada waktu itu.
Karena itu perlu dibentuk organisasi untuk merubah keadaan tersebut. Organisasi
mahasiswa ini harus mempunyai kemampuan untuk mengikuti alam pikiran mahasiswa
yang selalu menginginkan inovasi atau pembaharuan dalam segala bidang, termasuk
pemahaman dan penghayatan ajaran agamanya, yaitu agama Islam. Tujuan tersebut
tidak akan terlaksana kalau NKRI tidak merdeka, rakyatnya melarat. Maka
organisasi ini harus turut mempertahankan Negara Republik Indonesia kedalam dan
keluar, serta ikut memperhatikan dan mengusahakan kemakmuran rakyat”.
Setelah
beberapa kali mengadakan pertemuan yang berakhir dengan kegagalan. Lafran Pane
mengadakan rapat tanpa undangan, yaitu dengan mengadakan pertemuan secara
mendadak yang mempergunakan jam kuliah Tafsir. Ketika itu hari Rabu tanggal 14
Rabiul Awal 1366 H, bertepatan dengan 5 Februari 1947, disalah satu ruangan
kuliah STI di Jalan Setiodiningratan (sekarang Panembahan Senopati), masuklah
mahasiswa Lafran Pane yang dalam prakatanya dalam memimpin rapat antara lain
mengatakan “Hari ini adalah pembentukan organisasi Mahasiswa Islam, karena
persiapan yang diperlukan sudah beres. Yang mau menerima HMI sajalah yang
diajak untuk mendirikan HMI, dan yang menentang biarlah terus menentang, toh
tanpa mereka organisasi ini bisa berdiri dan berjalan”. Lafran Pane mendirikan
HMI bersama 14 orang mahasiswa STI lannya, tanpa campur tangan pihak luar.
2.2 SEJARAH LAHIRNYA NDP HMI
2.2.1
Pengertian NDP
Sejak awal HMI telah mencantumkan
“Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam” sebagai salah satu tujuannya,
di samping “Mempertahankan dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia”. Dengan
demikian, Islam telah dijadikan sebagai landasan organisasi. Dalam hal ini HMI
tidak mendasarkan diri pada “mazhab” tertentu, walau kemudian dalam pola
pemikirannya HMI cenderung sebagai kelompok intelektual muslim pembaharu.
Dari situ HMI menuangkan pemahaman keislamannya yang
tertampung dalam sebuah buku pedoman yang diberi nama Nilai Dasar Perjuangan
(NDP). NDP merupakan gambaran bagaimana seorang HMI memahami Islam sebagaimana
tercantum dalam al-Quran. Secara doktrin, yang terkandung dalam NDP bukanlah
ajaran yang bertentangan dengan Islam, melainkan merupakan formulasi kembali
atas al-Quran sehingga tertuang menjadi suatu kepribadian bagi kader HMI dalam
mewujudkan amanat Tuhan sebagai khalifah fil-ardhi.
NDP adalah landasan ideologis
perjuangan HMI, sebagai ruh yang mendorong moral pergerakan kader. Pemahaman
terhadap NDP diharapkan dapat menumbuhkan kepercayaan diri kader akan keyakinan
ilahiahnya, membangun semangat humanisme dalam interaksi dengan sesama manusia,
dan sebagai sumber nilai moral yang mengiringi ilmu pengetahuan untuk diabdikan
bagi kemanusiaan. Dengan demikian nilai-nilai NDP bisa menjadi identitas yang
khas bagi kader-kader HMI.
Nurcholis Madjid disebut-sebut
sebagai orang yang merumuskan NDP, meskipun diformalkan oleh kongres Malang.
Itu terjadi 17 Tahun yang Lalu. Jadi sebagai dokumen organisasi, apalagi
oraganisasi mahasiswa, NDP itu cukup tua. Oleh karena itu, ada teman-teman berbicara
tentang NDP dan kemudian mengajukan gagasan misalnya untuk tidak mengatakan
mengubah-mengembangkan dan sebagainya, maka Nurcholish Madjid selalu mengatakan
dalam bukunya bahwa dengan sendirinya NDP mungkin saja diubah dalam arti
dikembangkan.
Values
(nilai-nilai) tentu saja tidak berubah-ubah. Kalau disitu misalnya ada nilai
tauhid, tentu saja tidak berubah-ubah. Akan tetapi pengungkapan dan tekanan
pada implikasi NDP itu mungkin bahkan bisa diubah. Sebab, sepanjang sejarah,
Tauhid wujudnya sama, yaitu paham pada ketuhanan Yang Maha Esa. Akan tetapi
tekanan implikasinya itu berubah-ubah. Dapat kita melihat pada tekanan misi
pada rasul-rasul itu berubah. Misalnya Isa Al-Masih datang untuk mengubah
Taurat. (Agar aku halalkan bagi kamu
sebagian yang diharamkan bagi kamu). Nabi Isa Datang menghalalkan sebagian
yang diharamkan pada perjanjian lama. Jadi implikasi tauhid itu berubah-ubah
mengikuti perkembangan zaman.
2.2.2
Sejarah Lahirnya NDP
Rumusan NDP seperti yang kita lihat
sekarang bukanlah hasil yang sekali jadi, melainkan hasil perkembangan
pemikiran dan penghayatan mendalam atas sejarah perjuangan HMI secara
keseluruhan. Bahkan kalau kita hitung jarak antara berdirinya HMI dengan perumusan
NDP, tercatat waktu lebih 20 tahun.
Secara sosiologis, NDP dirumuskan dalam
kancah pertarungan ideologi-ideologi besar yang ada pada saat itu. Nasionalisme
Bung Karno, Komunisme PKI, dan Sosialisme PSI adalah ideologi-ideologi yang
secara umum berebut pengaruh. Di samping itu yang juga mendorong perumusan NDP
adalah perlawatan Nurcholish Madjid ke Amerika (Oktober 1968) atas beasiswa
sebagai pemimpin mahasiswa dari Council for Leaders and Specialist, Washington.
Namun menurutnya yang banyak memberikan terhadap sikap dan gagasannya bukan
itu, melainkan kunjungannya ke beberapa negara di Timur Tengah (Turki, Libanon,
Syiria, Irak, Kuwait, Saudi, Sudan dan Mesir) selama empat bulan setelah
lawatannya ke Amerika.
Faktor-faktor berikut dikemukakan Cak
Nur sebagai hal yang menginspirasikan perumusan NDP: pertama, tidak
adanya bacaan yang komprehensif dan sistematis tentang ideologi Islam. Kedua,
kecemburuan terhadap anak-anak muda komunis yang oleh partainya disediakan buku
pedoman kecil berjudul Pustaka Kecil Marxis (PKM). Ketiga, ketertarikan terhadap buku kecil
yang ditulis oleh Willy Eihleir, Fundamental Values and Basic Demand of
Democratic Socialis. Tulisan ini merupakan upaya reformasi ideologis bagi
partai sosialis demokrat Jerman di Jerman Barat.
Karena itu jelas bahwa dari latar belakang perumusannya
Nurcholish Madjid ingin menempatkan NDP sebagai idelogi bagi HMI, yang
diharapkan dapat menandingi ideologi-ideologi lain yang berkembang pada saat
itu.
Inti NDP : Beriman, Berilmu,
Beriman.
Jika kita perhatikan Secara
garis besar, ada tujuh persoalan yang dibahas dalam NDP, yaitu:
1) Dasar-dasar
Kepercayaan
2) Pengertian-pengertian
Dasar tentang Kemanusiaan.
3) Kemerdekaan
Manusia (ikhtiar) dan Keharusan Universal (Takdir).
4) Ketuhanan Yang Maha Esa dan Perikemanusiaan.
5) Individu
dan Masyarakat.
6) Keadilan
Sosial dan Ekonomi.
7) Kemanusiaan
dan Ilmu Pengetahuan.
Ketujuh persoalan itu secara sederhana dapat
diintisarikan dalam tiga kata: iman, ilmu, amal.
Iman,
adalah bentuk kepercayaan yang paling mendasar dalam diri manusia. Hidup yang
benar dimulai dengan iman yang benar. Iman yang benar adalah percaya kepada
Allah, Tuhan Yang Maha Esa, disertai takwa, yaitu keinginan mendekat serta
kecintaan kepadaNya. Manusia berhubungan dengan Tuhan dalam bentuk penghambaan
atau penyerahan diri (islam), berupa ibadah (pengabdian formil/ritual).
Ibadah mendidik individu agar tetap ingat kepada Tuhan dan berpegang teguh pada
kebenaran sebagaimana dikehendaki oleh hati nurani yang hanif. Dengan ibadat,
manusia dididik untuk memiliki kemerdekaannya, kemanusiaannya, dan dirinya
sendiri; sebab ia telah berbuat ikhlas, yaitu memurnikan pengabdian hanya
kepada kebenaran (Tuhan) semata-mata. Inilah yang disebut tauhid. Lawannya
adalah syirik, yaitu memperhambakan diri kepada sesuatu selain Tuhan. Syirik
merupakan kejahatan terbesar bagi kemanusiaan karena sifatnya yang meniadakan
kemerdekaan asasi.
Tuhan adalah mutlak. Kebenaran Tuhan
dengan demikian bersifat mutlak. Yang selain Tuhan (baca: manusia) adalah
relatif. Namun sudah merupakan tugas sejarah bagi yang relatif ini untuk
terus-menerus berupaya mencapai Yang Mutlak, karena dari sanalah manusia
berasal dan kepada-Nyalah manusia kembali. Kembali kepadaNya berarti menuju
kepada Kebenaran. Namun Kebenaran yang sifatnya mutlak tidak mungkin dicapai
oleh manusia. Manusia hanya dapat mencapai kebenaran-(kebenaran) yang relatif.
Untuk itu manusia memerlukan ilmu, yang merupakan alat manusia untuk
mencari dan menemukan kebenaran-kebenaran itu. Sekalipun relatif,
kebenaran-kebenaran itu merupakan tonggak sejarah yang mesti dilalui manusia
dalam perjalanan menuju Kebenaran Mutlak.
Ilmu adalah
pengertian yang dipunyai oleh manusia secara benar tentang alam dan dirinya
sendiri. Hubungan manusia dengan alam bersifat penguasaan dan pengarahan. Alam
tersedia bagi manusia untuk kepentingan pertumbuhan kemanusiaan. Penguasaan dan
pengarahan itu tidak mungkin dilaksanakan tanpa pengetahuan tentang
hukum-hukumNya yang tetap (sunnatullah). Pengetahuan itu dapat dicapai
dengan mendayagunakan intelektualitas rasionalitas secara maksimal.
Manusia adalah makluk sosial, hidup di
antara dan bersama manusia-manusia lain dalam hubungan tertentu. Oleh karena
itu manusia tidak mungkin dapat memenuhi kemanusiaannya dengan baik tanpa
berada di tengah sesamanya. Iman dan ilmu saja tidaklah berarti apa-apa jika
tidak diterapkan dalam bentuk kerja nyata bagi kemanusiaan. Inilah yang disebut
amal. Kerja kemanusiaan atau amal saleh mengambil bentuknya yang utama
dalam usaha yang sungguh-sungguh secara esensial menyangkut kepentingan manusia
secara keseluruhan, yaitu menegakkan keadilan dalam masyarakat sehingga setiap
orang memperoleh harga diri dan martabat sebagai manusia.
Dengan
integrasi iman, ilmu, dan amal itulah manusia akan mampu memenuhi kodratnya,
yaitu sebagai hamba di hadapan Tuhan dan sebagai khalifah di hadapan alam.
Cita-cita ideal HMI kiranya tertuang dalam NDP tersebut. menjadi manusia
kreatif yang mampu berinovasi dalam kerja-kerja nyata demi mempertinggi harkat
kemanusiaan (amal saleh); disertai ilmu sebagai alat untuk melakukan itu; dan
tentu saja dilandasi oleh iman yang benar.
2.3 NDP
SEBAGAI LANDASAN IDEOLOGI HMI
Sebagaimana telah
disebutkan diatas bahwa NDP merupakan landasan fisosofis dan landasan ideologi Perjuangan
HMI, maka pengetahuan mengenai NDP merupakan titik tolak yang Sangat penting
bagi setiap kader HMI karena itu merupakan landasan ideologinya. Sebagai kader
HMI tentunya harus mengetahui ketujuh bab yang termasuk dalam NDP, mulai dari dasar
kepercayaan sampai kemanusiaan dan ilmu pengetahuan yang kesemuanya itu juga
membutuhkan penelaahan yang objektif rasional dan pada akhirnya dikembalikan
pada Allah sebagai asal dari semua kebenaran. Dalam hal itulah Epistemologi NDP
harus benar benar dikuasai setiap kader HMI. sehingga setiap kader HMI harus
mampu memahami nilai dasar perjuangan bukan hanya pada tataran yang formal tapi
juga secara substansial sehingga tidak ada kontradiksi pada tataran konsep dan
taktis melainkan sebuah keserasian antara landasan konseptual yang
diterjemahkan pada wilayah starategis dan kebijakan yang taktis atau
operasional.
Selama ini HMI dikenal dengan tradisi
pembaharuannya. Dalam pembaharuan akan selalu ada kritik dan otokritik terhadap
segala sesuatu yang ada. Hal ini memungkinkan adanya perbaikan dan pengembangan
ke arah yang lebih baik.
Meskipun NDP berpretensi ideologis, NDP
tidak boleh diperlakukan sebagai dogma yang taken for granted oleh
kader-kader HMI. NDP bagi HMI tidaklah sama dengan al-Quran bagi umat Islam.
Bagaimana pun NDP adalah buatan manusia. Karena itu meskipun perumusannya
didasarkan pada wahyu yang bersifat mutlak, NDP tak lebih dari sekadar hasil
interpretasi manusia yang nilai kebenarannya relatif. NDP bolehlah dikatakan
sebagai satu usaha berupa landasan filosofis untuk mencapai Yang Mutlak,
Kebenaran, yaitu Tuhan itu sendiri. Keberadaan NDP harus disikapi secara
kritis. Cak Nur sendiri, selaku salah seorang perumus NDP, ketika ditanya
apakah NDP masih relevan dengan kondisi sekarang ataukah perlu diganti,
mengatakan bisa saja, asal tingkat intelektualitasnya tidak lebih rendah dari
yang ada sekarang.
NDP HMI tidak lahir begitu saja tanpa landasan historis. Ia
lahir berkenaan dengan kondisi HMI yang hingga tahun 1970 tidak memiliki sebuah
buku tentang islam yang dijadikan pegangan dan landasan untuk berjuang bagi
kader-kadernya. Jika pada jaman Che Guevara pengikut gerakannya diberikan
sebuah buku kecil berisikan doktrin-doktrin penyemangat perjuangan
mereka, NDP bisa juga
merupakan buku kecil berisikan doktrin-doktrin perjuangan HMI semacam itu. Bedanya adalah buku kecil milik Che
tidak seplural dan terbuka seperti halnya NDP di HMI, sehingga membuka ruang selebar-lebarnya untuk ditafsirkan.
Cara berfikir yang
hendak dituju NDP adalah cara berfikir yang kritis, dimana tidak hanya ada
hitam dan putih melainkan juga abu-abu, hijau, kuning, biru, merah, dsb. Pola
pikir yanag semacam itu akan membuat kader terjebak dalam tempurung dan tidak
dapat memikirkan alternatif lainnya. Padahal bisa jadi kebenaran yang dia
maksud adalah hasil konstruksi dia sendiri dan seringkali
menganggap hasil pikiran orang
lain salah. Model seperti ini bisa disebut pola berfikir dogmatis dimana
seseorang tidak mau menerima kebenaran yang bersumber dari orang lain. Tentu
saja, karena ia telah menganggap pikirannyalah yang paling benar.
Dalam rangka mengantisipasi dan menghindarkan hal ini terjadi pada
diri kader HMI, NDP memberikan penekanan akan pentingnya dasar-dasar kepercayaan
yang menggiring kita sebagai kader
HMI untuk melihat bahwa yang benar itu hanyalah Allah, sedangkan yang lainnya
adalah relatif. Implikasinya adalah bahwa kader HMI akan memiliki watak yang
dinamis dan progresif untuk selalu mencari dan menemukan kebenaran tersebut.
bagaimanapun juga, kebenaran yang absolut tidak akan terpenuhi tanpa melakukan
eksperimentasi terhadap kebenaran-kebenaran relatif. Ketika melakukan
eksperimentasi kebenaran-kebenaran relatif tersebut maka pemikiran akan
sepenuhnya berikut dengan perangkat-perangkat ilmu pengetahuan yang dimiliki.
2.4.
INTERNALISASI NDP UNTUK MEWUJUDKAN KADER HMI YANG BERKUALITAS
Membicarakan
NDP HMI sama artinya kita sedang membicarakan sebuah naskah keislaman yang
telah berumur puluhan tahun (1969-2008). Kendatipun NDP mengalami perubahan
nama, (NIK-NDP) namun tetap awet dan masih relevan dengan konteks kekinian.
Pertanyaannya adalah, mengapa NDP HMI dapat bertahan dalam rentang waktu yang
panjang ? Sebabnya adalah NDP sesungguhnya merupakan kumpulan nilai-nilai
universal yang diderivasi dari Al-Qur’an dan Hadis. Nilai tentu saja mengatasi
ruang dan waktu. Nurcholish
Madjid sering menyebut NDP itu adalah “Al-Qur’an
kecil” minus kisah (al-qasas) dan aturan-aturan hukum. Tidak berlebihan
jika disebutkan bila kita memahami NDP sama artinya kita memahami sebagian
besar ajaran pokok Islam.
Tanpa bermaksud
merendahkan apa lagi melecahkan upaya yang dilakukan sebagian teman-teman untuk
merubah NDP, saya melihat dari sisi kadar intelektualitas, “NDP baru” sangat
rendah. Apa yang pernah dikhawatrikan Nurkholish Madjid sudah
terbukti. Cak Nur pernah mengatakan :
…Jadi
kalau ingin direvisi, apa lagi sudah berumur 16 tahun (wawancara ini tahun 1985), barangkali memang
sudah waktunya, tetapi jangan sampai “intelektual levelnya” menurun, sebab
bangsa ini makin cerdas dan makin sophisticated.
Ketuhanan dan kemanusiaan adalah inti atau jantung Islam
yang terdapat di dalam NDP. Tentu di samping ketuhanan dan kemanusiaan, ada
inti-inti lainnya, yaitu keharusan universal, keadilan, dan ilmu pengetahuan,
yang semuanya bermuara pada paham tauhid. Tidak berlebihan, jika NDP HMI itu
dipahami dengan baik, akan membawa akibat yang sangat positif pada diri kader.
Azhari Akmal Tarigan menyebutnya dengan potret insan kamil. Masalahnya sekarang
adalah, bagaimana menginternalisasikan nilai-nilai NDP HMI ke dalam kader-kader
HMI agar ia memiliki pengaruh yang positif di dalam kehidupan sehari-harinya.
Internalisasi NDP HMI tetaplah menjadi persoalan yang
cukup serius di dalam tubuh HMI. Berbagai macam persoalan yang muncul di HMI,
selalu saja dihubungkan dengan keberadaan NDP. Jika saat ini HMI kurang
diminati oleh mahasiswa di kampus-kampus besar, dan cenderung tidak terlihat
warna keislamannya, yang dipertanyakan adalah NDP HMI. Tentu saja tuduhan ini
tidak salah, kendatipun tidak sepenuhnya benar. Yang jelas, jika kita merujuk
ke sejarah perumusan NDP HMI, nyatalah bahwa alasan Cak Nur menyusun NDP HMI
agar anak-anak HMI memiliki identitas keislaman yang khas. Dalam sebuah
kesempatan, Cak Nur menyatakan tujuan NDP HMI adalah agar kader HMI tidak
berpikir hitam putih, dan sebaliknya mampu berpikir inklusiv. Sepertinya cak Nur sadar betul tentang ruang dan waktu
di mana HMI akan tumbuh dan besar.
Pada dasarnya, Islam mengajak seluruh ummat manusia pada
hal-hal yang memiliki nilai yang sangat penting dalam kehidupan ini. Karena
itu, Islam tidak memerintahkan pada umatnya untuk melakukan hal-hal sepele yang
tak bernilai. Secara ringkas Islam memerintahkan kepada semua pengikutnya agar
menundukkan jiwa dan segala bentuk meteri hanya untuk Allah Subhanahu wa ta’ala semata.
Lagi-lagi masalahnya
adalah bagaimana menginternalisasikannya pada diri kader. Menurut penulis hal
pertama yang dilakukan adalah merumuskan metode penyampaian NDP HMI yang lebih
menyentuh, tidak saja logika tetapi juga emosi bahkan spiritual. Bagaimanapun juga ada
sisi NDP yang penekanannya pada aspek logika
namun ada pula yang penekannya pada aspek emosi dan spiritual. Jika ketiga
kecerdasan ini dapat difungsikan dalam proses transformasi NDP ke dalam diri
kader, maka proses internalisasi menjadi lebih mudah dilakukan.
Selanjutnya, adalah penting untuk mendekatkan
jarak NDP dengan kehidupan keberagamaan kader. Harus dicatat, kader-kader yang
memilih HMI sebagai wadah untuk mengembangkan potensi dirinya adalah mereka
yang hidup dalam suasana kehidupan religius tertentu. Pemahaman dan pengalaman
keagamaan mereka yang selama ini telah terbangun dengan baik, tidak boleh
dinafikan begitu saja. Namun sebaliknya, semuanya harus dijadikan bahan untuk
memperkaya “tafsir NDP’ itu sendiri.
Namun di
atas segala-galanya, proses pemahaman dan internalisasi NDP HMI tidak dapat
sekali jalan. Ia mestilah menjadi sebuah proses yang berkelanjutan. Untuk itu,
keberadaan kelompok-kelompok studi terlebih yang mengkhususkan diri dalam
kajian NDP menjadi sangat penting.
NDP HMI
adalah kumpulan nilai-nilai
dasar sebagaimana yang terdapat di dalam Al-Qur’an. Nilai tentu saja
sangat abstrak dan universal. Ini
merupakan tugas kader HMI untuk selalu menterjemahkan nilai-nilai
tersebut agar tetap relevan dengan konteks kekinian. Tegasnya, nilai NDP itu
akan bersifat tetap, namun tekanannya bisa saja berbeda
pada setiap zaman.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
NDP merupakan landasan
fisosofis dan landasan ideologi Perjuangan HMI, maka pengetahuan mengenai NDP
merupakan titik tolak yang Sangat penting bagi setiap kader HMI karena itu
merupakan landasan ideologinya. Sebagai kader HMI tentunya harus mengetahui ketujuh bab yang
termasuk dalam NDP.
Jika kita perhatikan Secara
garis besar, ada tujuh persoalan yang dibahas dalam NDP, yaitu:
1)
Dasar-dasar
Kepercayaan
2)
Pengertian-pengertian
Dasar tentang Kemanusiaan.
3)
Kemerdekaan
Manusia (ikhtiar) dan Keharusan Universal (Takdir).
4)
Ketuhanan Yang Maha Esa dan Perikemanusiaan.
5)
Individu
dan Masyarakat.
6)
Keadilan
Sosial dan Ekonomi.
7)
Kemanusiaan
dan Ilmu Pengetahuan.
Internalisasi
NDP HMI tetaplah menjadi persoalan yang cukup serius di dalam tubuh HMI.
Berbagai macam persoalan yang muncul di HMI, selalu saja dihubungkan dengan
keberadaan NDP. Jika saat ini HMI kurang diminati oleh mahasiswa di
kampus-kampus besar, dan cenderung tidak terlihat warna keislamannya, yang
dipertanyakan adalah NDP HMI.
3.2
Saran
Karena masih kurangnya pendalaman
tentang Nilai-Nilai Dasar
Perjuangan yang dimiliki penulis, dengan ini penulis menyarankan kepada siapapun yang membaca makalah ini untuk dapat
memberikan pemikiran-pemikran dan saran-saran yang bersifat
kostruktif demi pengembangan
tulisan ini kedepan. Marilah kita pelajari NDP dan subtansinya supaya dapat kita
internalisasikan atau implementasikan juga kita jadikan sebagai landasan yang tidak hanya sebagai sebuah formalitas
belaka.
DAFTAR
PUSTAKA
Prof. Dr. H. Agussalim Sitompul, 44 Indikator Kemunduran HMI, (Jakarta:
Penerbit “Misaka Galiza”, 2005)
Syaikh Abd Abdul Khaliq, Kiat Sukses Dalam Dakwah,(Jakarta: Penerbit “Pustaka Qalami”,2004)
Ahmad Nasir Siregar, Manifiaesto Politik HMI, (Jakarta: Penerbit “Padepokan
Salemba”,2010)
PB HMI, Hasil-hasil
Kongres HMI XXVII, (Depok: Penerbit “Erdino Mutiara Agung”,2010)
Miftah Thoha, Perilaku
Organisasi; Konsep Dasar dan Aplikasinya, (Jakarta: Penerbit “Raja Grafindo
Persada”, 2003)
Miftah Thoha, Pembinaan
Organisasi; Proses Diagnosa & Intervensi, (Jakarta: Penerbit “Raja
Grafindo Persada”, 1989)
Agussalim Sitompul, Pemikiran Hinpunan Mahasiswa Islam (HMI) Tentang
Keislaman-Keindoneisaan 1947-1997, (Disertasi pada Pascasarjana IAIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta),Yogyakarta 2001
http://Nilai Dasar Perjuangan HMI « Blog Asep
Sofyan.html
Miftah Thoha, Perilaku Organisasi; Konsep Dasar dan
Aplikasinya, (Jakarta: Penerbit “Raja Grafindo Persada”, 2003), hal. 5.
Prof. Dr. H.
Agussalim Sitompul, 44 Indikator
Kemunduran HMI, (Jakarta: Penerbit “Misaka Galiza”, 2005), hal.xxvii.
Agussalim
Sitompul, Pemikiran Hinpunan Mahasiswa
Islam (HMI) Tentang Keislaman-Keindoneisaan 1947-1997, (Disertasi pada
Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta),Yogyakarta 2001, hal. 49.
Prof. Dr. H.
Agussalim Sitompul, 44 Indikator
Kemunduran HMI, (Jakarta: Penerbit “Misaka Galiza”, 2005), hal. 24.
http://insanlimacita.wordpress.com/2007/12/14/latar-belakang-sejarah-berdirinya-hmi/
http://insanlimacita.wordpress.com/2007/12/14/latar-belakang-sejarah-berdirinya-hmi/
http://insanlimacita.wordpress.com/2007/12/14/latar-belakang-sejarah-berdirinya-hmi/
http://Nilai Dasar Perjuangan HMI « Blog Asep
Sofyan.html.
PB HMI, Hasil-hasil Kongres HMI XXVII, (Depok:
Penerbit “Erdino Mutiara Agung”,2010), hal.128.
http://Nilai Dasar Perjuangan HMI « Blog Asep
Sofyan.html.
PB HMI, Hasil-hasil Kongres HMI XXVII, (Depok:
Penerbit “Erdino Mutiara Agung”,2010), hal.132.
http://Nilai Dasar Perjuangan HMI « Blog Asep
Sofyan.html.
http://Nilai Dasar Perjuangan HMI « Blog Asep
Sofyan.html
Majalah Suara
Himpunan tahun 1985 yang memuat wawancara Nurcholish Madjid.
Nurcholish
Madjid, “Latar Belakang Perumusan NDP HMI” dalam, Azhari Akmal Tarigan, “Islam
Mazhab HMI :tTafsir Tema Besar Nilai Dasar Perjuangan, (Jakarta: Kultura,
2007) h. ix-xxxii
Syaikh Abd
Abdul Khaliq, Kiat Sukses Dalam Dakwah,(Jakarta:
Penerbit “Pustaka Qalami”,2004),hal.69-70