KEUDE KOPI NARASA Simpang Buloh, Cunda..Wakil Sekjen Partai
Golkar Nurul Arifin mengatakan, pernyataan Sekretariat Kabinet Dipo Alam
mengenai daftar pejabat politikus dan pejabat Partai Golkar paling banyak
bermasalah dengan dugaan korupsi, tendensius.
Nurul Arifin menyebut rilis Dipo Alam bersifat provokatif dan mengadu domba.
Pasalnya, kepala daerah dan birokrat adalah bagian dari pemerintah. Artinya,
sambung Nurul, artibut kepartaian dicopot saat dilantik.
"Ketika mereka dilantik, maka atribut kepartaian yang melekat pada
dirinya sudah ditanggalkan dan mereka menjadi bagian dari pemerintahan,"
ungkap Politisi Golkar ini kepada Tribun, Jakarta, Sabtu (29/9/2012).
Itu berarti, tegasnya lagi, jika organ pemerintah itu melakukan tindak
korupsi maka yang harus dipertanyakan adalah kemampuan leadership dari
pemimpinnya yang tidak dapat mengendalikan perilaku koruptif tersebut.
Kalau itu yang terjadi, tegas dia, bukti ketidakmampuan pemerintah mengawasi
aparat di bawahnya.
Apalagi, Dipo Alam adalah bagian dari pemerintah dan merupakan pejabat
negara yang seharusnya melakukan koreksi terhadap kasus-kasus tersebut.
"Bukan hanya cari panggung dengan menjual isu yang belum jelas
perkaranya," kritiknya.
"Partai tidak ada urusannya dengan perkara-perkara korupsi yang terjadi
di lingkup pejabat negara tersebut," Nurul menambahkan.
Karena itu, Nurul meminta kepada Dipo Alam untuk tidak perlu membawa-membawa
partai. "Tanyakan saja kepada pemerintah mengapa mereka tidak dapat
sanggup kendalikan perilaku korup aparat di bawahnya," tandasnya.
Sebelumnya, Jumat (29/9/2012) kemarin, Sekretaris Kabinet (Seskab) Dipo Alam
mengungkap pejabat dari partai politik (parpol).
Di antaranya Partai Golkar dan PDI Perjuangan (PDIP) mendominasi latar
belakang pejabat negara yang dimohonkan izin persetujuan tertulis Presiden
untuk pemeriksaan berbagai kasus selama periode Oktober 2004 – September 2012,
yakni 36,36 persen dan 18,18 persen.
Seskab mengemukakan, selama periode Oktober 2004 – September 2012, Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono telah mengeluarkan 176 izin tertulis untuk
penyelidikan pejabat negara yang diajukan oleh Kejaksaan Agung (82 permohonan);
Kepolisian RI (93 permohonan); dan Komandan Puspom (1 permohonan).
Dari 176 persetujuan itu, untuk pemeriksaan Bupati/Walikota sebanyak 103
izin (58,521 persen); Wakil Bupati/Wakil Walikota 31 izin (17,61 persen);
anggota MPR/DPR 24 izin (13,63 persen); Gubernur 12 izin (6,81 persen); Wakil
Gubernur 3 izin (1,70 persen); anggota DPD 2 izin (1,13 persen); dan Hakim MK 1
izin (0,56 persen).
Adapun menurut latar belakang pejabat negara yang dimohonkan izin
pemeriksaannya adalah: Golkar 64 orang (36,36 persen); PDIP 32 orang (18,18
persen); Partai Demokrat 20 orang (11,36 persen); PPP 17 orang (3,97 persen);
PKB 9 orang (5,11 persen).
Kemudian, PAN 7 orang (3,97 persen); PKS 4 orang (2,27 persen); PBB 2 orang
(1,14 persen); PNI Marhaen, PPD, PKPI, Partai Aceh masing-masing 1 orang (0,56
persen); Birokrat/TNI 6 orang (3,40 persen); independen/non partai 8 orang
(4,54 persen); dan gabungan partai 3 orang (1,70 persen).
0 comments:
Post a Comment