widget

Anda ingin membuat buat Buku Tamu seperti ini?
Klik di sini

Monday, October 22, 2012

Menasehati Penguasa

“Jihad yang paling utama adalah berkata yang benar di hadapan penguasa yang zalim” (HR. Imam Ahmad).

Pemimpin, walau sangat terhomat posisinya dalam masyarakat, tetap saja insan biasa. Yaitu manusia yang tak terlepas dari berbagai kesilapan, yang tak tertutup kemungkinan, disadari atau tidak, melakukan hal-hal yang membuat suatu kaum terzalimi.

Kesilapan seperti ini tak sepatutnya dibiarkan, lebih-lebih oleh orang-orang pandai atau para penasehat. Apalagi kebijakan pemimpin seringkali berimbas luas dan lama dalam masyarakat. Kalau kurang baik kebijakannya, maka luas dan lama juga dampak keburukannya.

Namun demikian, menasehati pemimpin tak wajar dilakukan serampangan. Islam memiliki etika yang tinggi. Rasulullah mengajak untuk menasehati penguasa dengan cara sembunyi-sembunyi dan langsung di hadapan penguasa. Sabdanya, “Siapa saja yang ingin menasehati seorang penguasa, maka janganlah menyampaikannya secara terang-terangan atau di depan orang umum. Tetapi hendaknya dia memegang tangannya dan menyampaikannya secara sembunyi, kalau diterima (nasehatnya), maka itulah (yang diharapkan); kalau tidak, maka dia telah melaksanakan kewajibannya” (HR. Imam Ahmad).

Kesempatan seperti ini tentunya jarang dimiliki orang banyak. Lazimnya di zaman sekarang, para penasehat penguasa lah yang mendapat kesempatan dan akses banyak untuk bertemu pemimpin. Dengan demikian, bila para penasehat diam saja, maka mereka telah mengabaikan kewajibannya untuk membantu pemimpin dalam mengurus kekuasaannya.

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More