* KIA: Isi Raqan Harus Mudah Diakses
BANDA ACEH - Ketua
Komisi Informasi Aceh (KIA) Afrizal Tjoetra meminta para pejabat di Aceh
membuka seluas-luasnya informasi menyangkut kepentingan publik. Warga
yang merasa dirugikan oleh sikap pejabat yang menutup informasi publik,
bisa mengajukan gugatan pidana.
Afrizal menyampaikan hal itu saat
bersilaturrahmi ke Kantor Harian Serambi Indonesia, di Gampong Meunasah
Manyang, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar, Senin (26/11). Afrizal yang
datang bersama anggota KIA dan Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP)
RI Dono Prasetyo, diterima Sekretaris Redaksi Serambi Bukhari M Ali,
Redaktur Polhukam Zainal Arifin, dan General Manager Serambi FM 90,2
Mhz, Hari Teguh Patria.
“Pejabat jangan menutupi informasi
tentang kepentingan publik. Seperti Kepala Kantor Lingkungan Hidup (KLH)
Aceh Utara beberapa waktu lalu, tidak mau mempublikasikan hasil uji
sampel limbah Exxon Mobil karena alasan rahasia negara. Ini tidak masuk
akal, justru tidak diinformasikan mengundang bahaya bagi publik. Jika
ada laporan, pejabat menutup informasi seperti ini bisa dipidana,” tegas
Afrizal.
Pernyataan yang dimaksud Afrizal adalah pernyataan
Kepala KLH Aceh Utara yang diberitakan Serambi, Rabu 31 Oktober 2012,
terkait desakan pihak LSM Sahara agar KLH Aceh Utara mempublikasi hasil
uji sampel limbah ExxonMobil.
Saat itu, Kepala KLH Aceh Utara,
Nuraina, yang dikonfirmasi Serambi, mengaku pihaknya telah menerima
hasil uji sampel limbah itu. “Tapi saya tak bisa sampaikan hasilnya
karena itu termasuk rahasia negara,” ujarnya.
Ia menambahkan,
pihaknya akan menyerahkan hasil uji lab sampel limbah itu ke Bupati Aceh
Utara. “Nanti yang ambil kebijakan tentang hasil lab itu adalah bupati,
saya hanya jalankan tugas saja,” ujarnya.
Memang, lanjut
Afrizal, ada ketentuan mengenai data-data tertentu dan akses informasi
tertentu yang tidak dapat diberikan. Misalnya mengenai strategi
pertahanan dan keamanan, strategi ekonomi nasional, serta Hak Atas
Kekayaan Intelektual, seperti diatur dalam UU KIP.
“Jadi setiap
informasi yang menyangkut publik, pembangunan, penggunaan dana publik,
sudah bukan dalam kategori rahasia lagi, jika ada yang meminta maka
wajib diberikan. Bahkan dalam kasus bencana alam yang mengakibatkan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, termasuk dalam kategori
informasi publik yang diumumkan secara serta merta,” tegasnya.
Afrizal
menilai para pejabat mengetahui kriteria informasi rahasia negara,
seperti soal pertahanan dan keamanan, serta hubungan luar negeri. Namun,
sebagian malas melayani jika ada pihak bertanya tentang informasi yang
semestinya perlu ketahui publik, sehingga ada pejabat cenderung
menyatakan hal itu rahasia negara.
Ditanya tentang banyaknya
pihak yang mengeluhkan sulitnya mendapatkan beberapa rancangan qanun
dari DPRA, Afrizal menegaskan, keterbukaan informasi ini juga menyangkut
dengan isi rancangan qanun (raqan) yang dibahas di DPRA. Dia
menegaskan, kurang terbukanya informasi terhadap raqan juga melanggar
hukum. “Raqan sesuatu yang belum disahkan menjadi qanun. Jika ini
ditutup, bagaimana masyarakat berpartisipasi terhadap sesuatu aturan
yang harus mereka jalankan ketika sudah disahkan menjadi qanun. Karena
itu raqan memang harus mudah diakses,” kata dia.(sal/nal)
Keterbukaan Dapat Mencegah Korupsi
PADA
bagian lain, Afrizal juga menyatakan, UU No 14/2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik (KIP) sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya
korupsi dan berdampak baik terhadap keuangan daerah. Karena prinsip
transparan, terutama menyangkut penyusunan anggaran dan kebijakan
publik, dapat meminimalisir peluang terjadinya penyelewengan.
Karenanya,
KIA mendesak seluruh Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) segera memiliki
pejabat pengelola informasi dan dokumentasi (PPID). PPID, kata dia,
adalah pejabat yang berwenang mengumpulkan, pengelola, dan
mendistribusikan informasi kepada publik.
Menurut Afrizal
Tjoetra, keterbukaan informasi di setiap SKPA dapat menjadi alat
mencegah terjadi korupsi. Sebab, pencegahan korupsi harus dimulai dengan
keterbukaan informasi. Mulai dari perencanaan kebijakan, pembahasan,
hingga implementasi.
Afrizal Tjoetra menyebutkan contoh respons
Gubernur Aceh Zaini Abdullah saat membaca berita yang dirilis Forum
Transparansi Indonesia (Fitra), bahwa Aceh berada di peringkat kedua
terkorup di Indonesia. Bahkan, Gubernur Zaini Abdullah mendatangi
langsung KPK untuk mendesak lembaga tersebut melakukan pencegahan dan
bahkan menangkap dalang korupsi di Aceh.
“Respons Gubernur ini
tentu karena adanya keterbukaan informasi publik. Jadi, korupsi bisa
dicegah dengan adanya keterbukaan informasi,” tuntas Afrizal Tjoetra.
0 comments:
Post a Comment