widget

Anda ingin membuat buat Buku Tamu seperti ini?
Klik di sini

Monday, October 15, 2012

Pejabat Tutupi Informasi Bisa Dipidana

* KIA: Isi Raqan Harus Mudah Diakses

BANDA ACEH - Ketua Komisi Informasi Aceh (KIA) Afrizal Tjoetra meminta para pejabat di Aceh membuka seluas-luasnya informasi menyangkut kepentingan publik. Warga yang merasa dirugikan oleh sikap pejabat yang menutup informasi publik, bisa mengajukan gugatan pidana.

Afrizal menyampaikan hal itu saat bersilaturrahmi ke Kantor Harian Serambi Indonesia, di Gampong Meunasah Manyang, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar, Senin (26/11). Afrizal yang datang bersama anggota KIA dan Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) RI Dono Prasetyo, diterima Sekretaris Redaksi Serambi Bukhari M Ali, Redaktur Polhukam Zainal Arifin, dan General Manager Serambi FM 90,2 Mhz, Hari Teguh Patria.

“Pejabat jangan menutupi informasi tentang kepentingan publik. Seperti Kepala Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Aceh Utara beberapa waktu lalu, tidak mau mempublikasikan hasil uji sampel limbah Exxon Mobil karena alasan rahasia negara. Ini tidak masuk akal, justru tidak diinformasikan mengundang bahaya bagi publik. Jika ada laporan, pejabat menutup informasi seperti ini bisa dipidana,” tegas Afrizal.

Pernyataan yang dimaksud Afrizal adalah pernyataan Kepala KLH Aceh Utara yang diberitakan Serambi, Rabu 31 Oktober 2012, terkait desakan pihak LSM Sahara agar KLH Aceh Utara mempublikasi hasil uji sampel limbah ExxonMobil.

Saat itu, Kepala KLH Aceh Utara, Nuraina, yang dikonfirmasi Serambi, mengaku pihaknya telah menerima hasil uji sampel limbah itu. “Tapi saya tak bisa sampaikan hasilnya karena itu termasuk rahasia negara,” ujarnya.

Ia menambahkan, pihaknya akan menyerahkan hasil uji lab sampel limbah itu ke Bupati Aceh Utara. “Nanti yang ambil kebijakan tentang hasil lab itu adalah bupati, saya hanya jalankan tugas saja,” ujarnya.

Memang, lanjut Afrizal, ada ketentuan mengenai data-data tertentu dan akses informasi tertentu yang tidak dapat diberikan. Misalnya mengenai strategi pertahanan dan keamanan, strategi ekonomi nasional, serta Hak Atas Kekayaan Intelektual, seperti diatur dalam UU KIP.

“Jadi setiap informasi yang menyangkut publik, pembangunan, penggunaan dana publik, sudah bukan dalam kategori rahasia lagi, jika ada yang meminta maka wajib diberikan. Bahkan dalam kasus bencana alam yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, termasuk dalam kategori informasi publik yang diumumkan secara serta merta,” tegasnya.

Afrizal menilai para pejabat mengetahui kriteria informasi rahasia negara, seperti soal pertahanan dan keamanan, serta hubungan luar negeri. Namun, sebagian malas melayani jika ada pihak bertanya tentang informasi yang semestinya perlu ketahui publik, sehingga ada pejabat cenderung menyatakan hal itu rahasia negara.

Ditanya tentang banyaknya pihak yang mengeluhkan sulitnya mendapatkan beberapa rancangan qanun dari DPRA, Afrizal menegaskan, keterbukaan informasi ini juga menyangkut dengan isi rancangan qanun (raqan) yang dibahas di DPRA. Dia menegaskan, kurang terbukanya informasi terhadap raqan juga melanggar hukum. “Raqan sesuatu yang belum disahkan menjadi qanun. Jika ini ditutup, bagaimana masyarakat berpartisipasi terhadap sesuatu aturan yang harus mereka jalankan ketika sudah disahkan menjadi qanun. Karena itu raqan memang harus mudah diakses,” kata dia.(sal/nal)

Keterbukaan Dapat Mencegah Korupsi

PADA bagian lain, Afrizal juga menyatakan, UU No 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya korupsi dan berdampak baik terhadap keuangan daerah. Karena prinsip transparan, terutama menyangkut penyusunan anggaran dan kebijakan publik, dapat meminimalisir peluang terjadinya penyelewengan.

Karenanya, KIA mendesak seluruh Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) segera memiliki pejabat pengelola informasi dan dokumentasi (PPID). PPID, kata dia, adalah pejabat yang berwenang mengumpulkan, pengelola, dan mendistribusikan informasi kepada publik.

Menurut Afrizal Tjoetra, keterbukaan informasi di setiap SKPA dapat menjadi alat mencegah terjadi korupsi. Sebab, pencegahan korupsi harus dimulai dengan keterbukaan informasi. Mulai dari perencanaan kebijakan, pembahasan, hingga implementasi.

Afrizal Tjoetra menyebutkan contoh respons Gubernur Aceh Zaini Abdullah saat membaca berita yang dirilis Forum Transparansi Indonesia (Fitra), bahwa Aceh berada di peringkat kedua terkorup di Indonesia. Bahkan, Gubernur Zaini Abdullah mendatangi langsung KPK untuk mendesak lembaga tersebut melakukan pencegahan dan bahkan menangkap dalang korupsi di Aceh.

“Respons Gubernur ini tentu karena adanya keterbukaan informasi publik. Jadi, korupsi bisa dicegah dengan adanya keterbukaan informasi,” tuntas Afrizal Tjoetra.

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More